REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Anak bungsu Jenderal Soedirman Muhammad Teguh Soedirman mengaku, ayahnya adalah sosok yang sangat menyayangi keluarga. Teguh mengakui, Soedirman tak memiliki banyak waktu untuk bisa berkumpul bersama istri dan anak-anaknya karena kesibukan berperang. Akan tetapi, sang Panglima Besar memiliki perhatian yang besar pada keluarga.
"Bapak itu (Soedirman) selalu mencium kening anak-anaknya setiap malam," kata Teguh di sela-sela kegiatan Lawatan Sejarah Nasional XIV di Yogyakarta, Selasa (26/7).
Teguh mengatakan, putra-putri Soedirman mengetahui hal itu dari cerita ibu mereka Siti Alfiah Soedirman. Soedirman yang wafat pada usia 34 tahun memang tidak banyak memiliki kesempatan untuk dekat dengan keluarga. Terlebih, Soedirman mengemban tugas penting sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sehingga sering kali harus berangkat lebih pagi sebelum anak-anaknya bangun.
Tak banyak bertemu bukan berarti Soedirman tak bisa menanamkan pendidikan kepada anak-anaknya. Teguh mengaku, moral agama selalu ditekankan dalam setiap aspek kehidupan keluarganya. Kesederhanaan dan kegigihan dalam menegakkan keyakinan adalah sikap penting yang ditularkan. Sikap-sikap itu sampai ke anak-anak Soedirman melalui perantara sang istri.
"Kemewahan adalah permulaan keruntuhan, kesenangan melupakan tujuan, iri hati merusak persatuan, dan angkara murka menghilangkan kejujuran," ujar Teguh menirukan pesan yang disampaikan Soedirman.
Soedirman wafat pada 29 Januari 1950 dan dimakamkan di TMP Semaki atau kini TMP Kusumanegara, Yogyakarta. Ketika itu, anak sulungnya masih berusia 12 tahun. Di detik-detik terakhir jelang wafatnya, kata Teguh, Soedirman berpesan pada Alfiah. "Saya titip anak-anak. Saya bangga hidup saya bisa bermanfaat bagi orang lain," ujar Teguh menirukan ucapan ayahnya.