REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Pendidikan Profesor Henry Alexis Rudolf (HAR) Tilaar mengatakan, sekolah sehari penuh atau full day school lebih cocok diterapkan di negara-negara maju. Menurutnya, Indonesia yang masih dalam tahap mengembangkan sistem pendidikan, belum layak menerapkan sistem tersebut.
"Sistem ini belum siap diterapkan di Indonesia, tapi mungkin bisa 100 tahun lagi," ujar Tilaar, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/10).
Meski saat ini sudah ada beberapa sekolah internasional di kota-kota besar yang memiliki sistem sekolah sehari penuh, baginya tetap sistem itu tidak bisa diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Sebab tidak semua sekolah memiliki kapasitas yang sama dengan sekolah internasional.
Sekolah sehari penuh juga dinilai tidak cocok untuk keluarga yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Penambahan waktu sekolah tentu akan menambah biaya yang harus dikeluarkan orangtua.
"Kalau mau dicoba ya dicobalah di SMA satu dua kota, mungkin bisa jalan. Tapi untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia itu saya kira masih mimpi," kata dia.
Menurut Tilaar, masih banyak hal lain yang bisa diutamakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selain mengeluarkan wacana sekolah sehari penuh. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas guru yang menjadi kunci peningkatan mutu pendidikan.
"Kemudian lebih baik dilihat mana yang penting, hubungan antara sekolah dengan keluarga juga harusnya semakin dipererat," ungkap Tilaar.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy menyarankan agar sekolah negeri maupun swasta mulai melirik sistem belajar full day school, sebagai salah satu solusi untuk membangun generasi penerus berkualitas. Menurutnya diperlukan restorasi pendidikan terutama pada level SD dan SMP karena pada tahap itulah karakter anak bisa terbentuk.
"Anak-anak muda zaman sekarang masih banyak yang bermental lembek dan tidak tahan banting," katanya pada Ahad (7/8) di Malang.