REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan, syarat tatap muka 24 jam mengajar tetap berlaku sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 35. Karena syarat ini membuat para guru mengalami kendala, Kemendikbud pun mengaku mulai melakukan penyesuaian lebih lanjut.
“Permasalahannya untuk memenuhi 24 jam per minggu itu, guru jadi cari kemana-mana. Jadi 24 jam nggak usah dipenuhi dengan cara pontang panting nantinya,” ujar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kemendikbud, Sumarna Surapranta kepada wartawan di Kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (9/8). Oleh karena itu, Kemendikud mencoba memberikan penyesuaian bagi guru yang belum bisa mencapai jumlah jam tatap muka ini.
Menurut pria yang akrab disapa Pranata ini, penyesuaian jam mengajar ini dapat diperuntukkan di daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal (3T). Untuk memenuhi 24 jam selama seminggu ini, guru-guru semisal SMK bisa melakukan team teaching atau walikelas yang terlibat dalam kegiatan pelatihan nasional dapat dimasukkan ke dalam kriteria tatap muka 24 jam.
“Itu equivalensinya dan sedang dirumuskan. Kalau sejauh ini kemungkinan equivalensinya dapat sepertiga dari 24 jam, kan jadi enam jam itu. Jadi guru tetap melakukan kewajibannya dan untuk yang tidak bisa memenuhi kewajiban itu, guru-guru kita berikan kesempatan equivalensi,” kata Pranata.
Dengan kata lain, dia mencontohkan, seorang guru tetap harus mengajar 18 jam per minggu dari 24 jam yang telah ditentukan. Sementara enam jam lainnya bisa disesuaikan dengan mengajar kegiatan ektrakurikuler, menjadi wali kelas maupun instruktur.
Pranata juga mengingatkan, untuk daerah khusus tidak perlu diterapkan sistem tatap muka tersebut. Karena tenaga guru sangat kurang, maka mengajar dua jam saja diperbolehkan. Sebagai informasi, pemenuhan 24 jam mengajar per minggu menjadi salah satu persyaratan sertifikasi guru.