Rabu 10 Aug 2016 06:32 WIB

Full Day School Harus Akomodasi Keberagaman Masyarakat Indonesia

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak mencoba menulis di papan tulis di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kamis (21/4). (Antara/Rosa Panggabean)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Anak-anak mencoba menulis di papan tulis di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kamis (21/4). (Antara/Rosa Panggabean)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan nasional hendaknya mengakomodasi seluruh masyarakat Indonesia yang beragam, termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan. Hal tersebut diutarakan oleh pengamat pendidikan Darmaningtyas dalam menanggapi wacana sekolah sehari penuh atau full day school yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

"Indonesia ini negara yang amat luas dan beragam kondisi geografis, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu kebijakan pendidikan nasional harus mengakomodasi kondisi masyarakat tersebut, termasuk yang tinggal di daerah pegunungan, perairan, pesisir, perkebunan, dan pedesaan; tidak hanya untuk orang kota saja," jelasnya.

Ia menuturkan, di kampung-kampung banyak anak yang pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki jauh. Bahkan di daerah-daerah, terlebih di luar Jawa, banyak anak sekolah harus berjuang menyeberangi sungai dan laut, menaiki gunung, serta mendaki jalan setapak dalam jarak 3 sampai 5 km setiap hari dengan jarak tempuh 6 sampai 10 km setiap hari.

"Kalau mereka harus bersekolah sampai sore, jam berapa akan sampai rumah? Apakah keselamatan dan keamanan mereka dalam perjalanan pergi dan pulang sekolah dipikirkan?" ucap Darmaningtyas.

Selain itu, di kota, pinggiran kota, pedesaan, pesisir, dan perkebunan, banyak anak yang usai sekolah langsung membantu kerja orang tua, termasuk mencari makan ternak atau kayu bakar. Menurutnya, bukti menunjukkan anak-anak yang sejak kecil belajar bekerja membantu orangtua ternyata memiliki tingkat kemandirian, tanggung jawab, daya tahan, dan kedewasaan yang lebih tinggi.

"Ini bukan eksploitasi anak, tapi bagi anak sendiri ini merupakan proses latihan kerja. Jadi belajar bekerja dengan membantu orang tua bukan eksploitasi, tapi proses pendewasaan dan pemandirian si anak," tuturnya.

Bila anak-anak tersebut harus berada di sekolah sampai sore hari, tambah dia, mereka tidak memiliki kesempatan belajar bekerja maupun membantu orang tua. Bahkan pada keluarga miskin, daripada harus berada di sekolah sehari penuh, lebih baik mereka memilih tidak sekolah, sehingga sistem sekolah sehari penuh tidak cocok diterapkan secara nasional.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement