Kamis 08 Sep 2016 14:08 WIB

Kebijakan Sabtu Libur Jadi Kompensasi Full Day School

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Indira Rezkisari
Orang tua mengantar anak ke sekolah
Foto: MGROL72
Orang tua mengantar anak ke sekolah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi menyatakan dukungannya atas wacana pendidikan karakter sebagai program prioritas Kemendikbud. Ia menyebut, mutu pendidikan sebenarnya berada di ruang kelas, karena adanya interaksi edukatif dan dialogis antarguru dan siswa.

 

"Pendidikan karakter sebagai program prioritas adalah tepat dan mendesak," kata Unifah di Gedung Guru Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (8/9).

Ia mendukung usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhadjir Effendy yang mengusulkan Sabtu menjadi hari libur nasional. Serta, usulan lima hari sekolah yang menjawab keresahan jika sudah ada pemberlakukan full day school atau sekolah pendidikan karakter.

Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan, kebijakan libur pada Sabtu dan lima hari sekolah masih mengkaji aspek legalitasnya. Ia berujar, kebijakan itu juga merupakan kompensasi apabila sudah ada penambahan jam belajar atau pemberlakukan sekolah pendidikan karakter.

"Ya, Sabtu kalau libur dapat menjadi hari keluarga," ujar dia.

Sementara itu, Wali Kota Lubuk Lingga, Sumatra Selatan, Prana Putra Sohe secara khusus memaparkan alasan daerahnya yang sudah memberlakukan full day school atau sekolah pendidikan karakter.

Prana menceritakan, banyak anak-anak di daerahnya yang mengonsumsi narkoba. Sayangnya belum ada solusi efektif menekan peredaran narkoba. Ia menilai, selama ini pemerintah belum maksimal memerangi peredaran narkoba di kalangan anak dan remaja.

"Kenapa perang terhadap narkoba tidak segencar tax amnesty (pengampunan pajak). Sekarang kita gencarkan (melalui sekolah pendidikan karakter)," jelasnya.

Sehingga, ia menyebut, merupakan hal yang wajar apabila seorang anak nakal, maka orang tua yang disalahkan. Pun jika pelajar nakal, maka guru dan sekolah yang disalahkan.

Kemudian, Prana melanjutkan, selama ini anak-anak kurang mendapat ruang, tempat dan waktu untuk mengaktualisasi potensi diri masing-masing. Akhirnya, ia memikirkan tentang sekolah pendidikan karakter di daerahnya. Ia menyebut, daerahnya sukses menjalanan sekolah pendidikan karakter selama tiga tahun terakhir.

Awalnya, ia menerapkan berdasarkan data yang ada di masyarakat atau anak putus sekolah. Pemkot Lubuk Linggau kemudian membentuk satgas dan membuat Kartu Lubuklinggau Bisa Pintar yang bekerja sama dengan BRI. "Jadi data itu kita ambil dari satgas saat penerimaan, lalu satgas ke RT/RW untuk mantau masyarakat yang nggak sekolah," jelasnya.

Prana mengatakan, sekolah pendidikan karakter sukses menekan angka perkelahian RW/RW, tawuran, konflik antarumat beragama dan lain-lain.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement