REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang penghapusan Lembar Kerja Siswa (LKS). Ini karena LKS dinilainya kurang efektif setelah berdiskusi dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
"LKS ini menurut saya banyak biasnya. Kami sudah ada edaran untuk tidak lagi memakai LKS," kata Mendikbud Muhajir Effendy saat ditemui Republika.co.id di sela Forum Kebudayaan Dunia (WCF) 2016 di Nusa Dua, Kamis (13/10).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengatakan guru juga dilarang bekerja sama dengan perusahaan atau lembaga yang memproduksi LKS. Guru bertanggung jawab mengajar muridnya sampai tuntas tanpa membawa pekerjaan rumah berupa LKS ke rumah.
LKS juga lebih banyak dikerjakan orang tua ketimbang muridnya. Orang tua bertugas sebagai pendamping anak-anak belajar di rumah, bukan menyelesaikan tugas rumah si anak. Muhajir juga menyoroti kegiatan les semestinya tidak ada lagi karena menambah beban murid. "Les semestinya tidak ada. Itu adalah tanggung jawab guru supaya anak muridnya pintar," katanya.
Kementerian Pendidikan tahun ini menyiapkan 500 sekolah untuk percontohan program Full Day School. Program ini bukan berarti murid belajar seharian di sekolah, melainkan memastikan mereka mengikuti kegiatan pendidikan karakter, salah satunya ekstrakurikuler. "Tahun depan jumlahnya akan kami tingkatkan menjadi 1.500 sekolah," katanya.
Program ini menyentuh berbagai tingkatan pendidikan. Level Sekolah Dasar (SD) akan disisipkan pendidikan karakter hingga 70 persen, SMP 60 persen, dan SMA 30 persen.
Selain 500 sekolah tersebut, Muhajir mengatakan ada juga tambahan sekolah lain yang berasal dari inisiatif dan usulan pemerintah kabupaten atau kota. Pendidikan karakter perlu dihidupkan kembali, salah satunya melalui budaya dan konten lokal.