Sabtu 26 Nov 2016 10:05 WIB

Guru Orang Tua Murid di Dalam dan Luar Kelas

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Papan tulis. Ilustrasi
Papan tulis. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Fajar (bukan nama sebenarnya) tampak linglung di kelas. Beberapa kali dia izin ke luar ruangan di tengah jam pelajaran berlangsung. Di kelas dia juga tidak memperhatikan guru mengajar, malah berbicara dengan teman di sampingnya. Fajar juga tidak pernah mengumpulkan pekerjaan rumah (PR) dan selalu datang terlambat. Saat ditegur, sang murid justru menjawab dengan ketus.

Umar Hadikusumah (30 tahun) merasa ada yang berbeda dari muridnya tersebut. Umar akhirnya mengetahui bahwa Fajar ternyata tengah menghadapi masalah karena orang tuanya baru saja bercerai. Sang murid bingung ketika harus memilih tinggal dengan ayah atau ibunya.

Umar pun mencoba berkirim surat kepada orang tua Fajar secara terpisah. Ibunya datang sehari setelah surat panggilan dikirimkan, bapaknya baru datang lusa. Guru yang mengajar di SMP Taruna Terpadu Bogor Center School ini mencoba berkomunikasi dengan orang tua terkait anak mereka.

Bagi pria asal Subang ini, guru tak hanya orang tua murid di kelas, namun juga di luar kelas. Anak-anak sekolah kini memiliki banyak masalah kompleks yang jika dibiarkan bisa berdampak negatif kepada prestasinya di sekolah.

"Anak murid punya masalah masing-masing. Ada anak yang tanpa masalah, anak broken home, anak yang suka membuat gaduh di kelas, anak yang susah menangkap apa yang disampaikan guru, anak yang kurang perhatian sehingga mencari perhatian temannya dengan berbagai cara di sekolah. Guru harus menangkap semua ini," kata Umar kepada Republika.co.id, Jumat (25/11).

Komunikasi antara guru dan orang tua murid, kata Umar perlu dibina. Pendekatan personal ke orang tua murid terus dilakukan untuk keberhasilan belajar anak.

Kepada muridnya, Umar tak hanya mengakrabkan diri di kelas, namun juga di luar kelas. Tak jarang Umar mengajak anak didiknya untuk membawa bekal dari rumah dan makan siang bersama di halaman sekolah sembari bertukar cerita. Pernah juga dia dan murid-muridnya mengunjungi studio foto untuk foto bersama atau sekadar berkumpul menjalani sesi curahan hati alias curhat.

Peran guru semakin hari semakin berat seiring kompleksitas dan tantangan menjadi guru itu sendiri. Oleh sebabnya anak bungsu dari sembilan bersaudara ini berpendapat profesi guru harus diisi oleh mereka yang benar-benar mendalami ilmu keguruan dan ilmu pendidikan.

"Guru itu harus spesialis. Kondisinya saat ini orang-orang mudah sekali menjadi guru, bahkan dari luar kompetensi pendidikannya," ujar Umar.

Guru masa kini, kata Umar juga perlu memiliki jiwa enterpreneurship. Banyak guru saat ini digaji di bawah upah minimum regional (UMR), sehingga jiwa enterpreneurshipnya bisa menjadi alternatif menambah penghasilan. "Bagi saya menjadi guru itu ibadah. Materi dan penghasilan dari mengajar sedikit banyaknya selalu disyukuri," katanya.

Guru yang mempunyai pekerjaan sampingan di mata Umar tak bisa disalahkan sepanjang sang guru bersikap profesional. Guru yang bersangkutan tidak boleh mencampuradukkan pekerjaan utama dan sampingannya, apalagi dengan memanfaatkan murid-murid.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement