Selasa 29 Nov 2016 02:10 WIB

DPR akan Minta Penjelasan Mendikbud Terkait Moratorium UN

Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya.
Foto: dpr
Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harysa mengatakan pihaknya akan mengundang dan meminta penjelasan secara langsung dari Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy, terkait rencana moratorium (penghapusan) sementara ujian nasional. Hal tersebut lantaran banyak pihak menanyakan terkait wacana moratorium UN.

"Proses penetapan kebijakan moratorium UN terkesan tiba-tiba dan tergesa-gesa tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Komisi X DPR RI. Dengan kebijakan ini, para pemangku kepentingan dari 34 Provinsi dan 516 Kabupaten dan Kota menanyakan langsung ke Komisi X DPR RI," ujar Riefky dalam keterangan pers, Senin (29/11).

Riefky melanjutkan, tujuan Mendikbud agar murid dan orang tua tidak stres setiap tahun karena akan menghadapi UN, jangan sampai justru membuat pemangku kepentingan pendidikan mengalami stres bulanan.

"Untuk itu, Komisi X DPR RI akan mengundang Mendikbud pada hari Kamis tanggal 1 Desember 2016 untuk meminta penjelasan secara langsung terkait dengan rencana moratorium UN," katanya.

Anggota Fraksi Partai Demokrat itu mengatakan, tujuan mengundang Mendikbud adalan untuk meminta penjelasan secara komprehensif mulai dari apakah moratorium UN sudah didahului kajian dari sisi filosofis-yuridis-dan sosiologis dan bagaimana hasil kajiannya. Selain itu, apakah proses pengambilan kebijakan moratorium UN sudah melibatkan para pemangku kepentingan.

"Termasuk bagaimana rencana realokasi anggaran UN tahun 2017, bagaimana langkah mendatang terhadap evaluasi peserta didik dan satuan pendidikan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan," jelasnya.

Ia menilai, kebijakan moratorium UN ini merupakan isu penting karena melibatkan banyak pihak yaitu 34 Provinsi, 516 kabupaten/kota, melibatkan 7.662.145 peserta didik, belum peserta didik di bawah naungan Kemenag, dan alokasi anggaran yang sudah anggarkan mendekati Rp500 miliar.

"Kami meminta Pemerintah untuk tidak menambah kegaduhan dengan tidak mengeluarkan kebijakan pendidikan yang menjadi gaduh pendidikan. Alangkah baiknya kebijakan pendidikan nasional yang akan diputuskan sudah melalui proses yang matang, dan diputuskan pada saat situasi dan kondisi yang sebagain besar pemangku kepentingan sudah memahaminya," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement