REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Doni Koesoema, mengatakan wacana penghapusan ujian nasional (UN) harus terealisasi. UN dinilai tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Menurut Doni, pelaksanaan UN hanya membuat guru dan siswa fokus terhadap mata pelajaran tertentu yang diujikan secara nasional. Karena itu, baik siswa maupun guru lebih memilih mencari cara untuk bisa melewati UN tanpa memikirkan proses belajar.
"UN juga rawan kecurangan, kebocoran soal. Kondisi seperti ini tidak mendorong pada kenaikan kualitas pendidikan. Sebaiknya wacana penghapusan UN harus didukung," ujar Doni di Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Dia melanjutkan, secara output, sistem UN juga tidak menambah kualitas siswa atau calon mahasiswa. Doni mencontohkan, dalam beberapa tes yang sifatnya internasional, siswa Indonesia selalu menduduki peringkat terbawah.
"Dalam tes numerasi, literasi, tes masuk PTN, tes masuk sekolah dan tes lain, kemampuan siswa juga rendah," tutur Doni.
Jika UN dihapuskan, Doni menyarankan ada perbaikan dalam sistem pembelajaran di sekolah. Pemerintah diminta memberi panduan untuk sekolah agar siswa dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan baik. Selain itu, sistem ujian masuk perguruan tinggi harus diubah menjadi ujian tertulis secara nasional.
"Sistem undangan sebaiknya dihilangkan agar sekolah tidak memanipulasi hasil belajar anak. Dengan begitu calon mahasiswa yang dihasilkan pun lebih berkualitas," tegas Doni.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menyatakan Kemendikbud akan menghapus UN pada 2017 demi melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA). Muhadjir juga mengaku sudah dipanggil Presiden Joko Widodo terkait wacana tersebut.
"Prinsipnya beliau sudah menyetujui, tinggal menunggu instruksi presiden (Inpres)," kata Muhadjir dalam siaran pers di Jakarta Jumat (25/11).