REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pendidikan nasional, Prof Dr Arief Rachman menilai konsep penghapusan moratorium ujian nasional (UN) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sudah betul.
"Menurut saya konsep Kemendikbud tentang moratorium Ujian Nasional sudah betul," kata Arief Rachman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/12).
Ia mengatakan, kebijakan tersebut harus diikuti dengan kesiapan konsep di lapangan. Artinya, Kemendikbud harus mempunyai timeline atau acuan yang harus dikerjakan.
Menurut Arief, apabila melihat konsep Kemdikbud yang mengganti UN dengan ujian sekolah berstandar nasional (USBN), daerah punya cukup waktu untuk menyiapan ujian pengganti UN itu.
Namun, ia mengingatkan, tidak semua daerah bisa merealisasikan suatu konsep dengan hasil serupa. Arief menilai, konsep UN merupakan model evaluasi yang keliru untuk pelajar. Sehingga, konsep itu tidak boleh dibiarkan terus menerus. "Kalau menurut saya dari timeline bisa. Namun, saya bukan menteri, tapi saya pikir bisa," ujar dia.
Ia tidak menampik, UN dapat menjadi alat pemetaan atau melihat tingkat keberhasilan secara nasional. Namun, alat tersebut tidak boleh berdampak pada lulus atau tidaknya seorang pelajar.
Arief merinci, setidaknya ada lima hal yang dapat menjadi bahan pembenahan dari hasil UN, yakni, proses pembelajaran, manajemen pendidikan atau sekolah, penguasaan anak, kualifikasi guru, serta modal dan kekuatan pendidikan di sekolah.
Namun, menurutnya, konsep USBN sebagai pengganti UN mampu mengukur kelima hal tersebut. Pasalnya, komposisi soal akan memberikan muatan 75 persen konten lokal yang menjadi bahan uji. "Sekolah di pedalaman, diuji materi dari Jakarta, itu nggak adil," ujar dia menerangkan.
Lebih lanjut Arief Rachman mengatakan, USBN merupakan salah satu metode mengukur prestasi anak-anak. Apabila hasilnya di bawah standar, maka ada kemungkinan berkaitan dengan guru.