REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh mengomentari keputusan pemerintah melanjutkan ujian nasional (UN). Menurutnya, pemerintah harus memperbaiki tiga aspek dalam pelaksanaan UN mendatang.
"Pengalaman dari beberapa kali mengelola ujian nasional, ada tiga aspek perbaikan," kata Nuh kepada wartawan, Senin (19/12).
Pertama, aspek teknis. Ia meminta pemerintah memastikan mengawal kerahasiaan dan ketepatan waktu pelaksanaan UN. "Itu yang dari sisi teknis jadi prioritas. Ujian kalau tidak rahasia mau jadi apa. Ketepatan waktu distribusi soal," ujar Nuh.
Kedua, adanya upaya memperkecil kecurangan pelaksanaan UN. "Kejujuran harus, upaya untuk memperkecil kecurangan harus tetap dilakukan," katanya.
Ia meminta pemerintah menjamin kualitas soal ujian dengan cara meningkatkannya secara bertahap. "Misalkan saja bobot yang mudah itu berapa, yang sedang berapa, dan yang sulit itu berapa, komposisi ini harus terus berkembang," kata dia.
Termasuk, ia melanjutkan, pemerintah harus memasukkan soal-soal sekelas PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional), TIMSS (Tren Capaian Matematika dan Ilmu Alam dalam Pendidikan Internasional), serta standar internasional lainnya. Selain itu, ia mengusulkan, pemerintah memasukkan kisi-kisi soal yang sesuai standar di perguruan tinggi.
"Sehingga tahu kualitas kita kayak apa," ujar dia.
Ketiga, aspek pemanfaatan hasil UN. Ia beranggapan, UN tidak bermanfaat apabila fungsi kelulusan dihapus. "Meskipun, kalau bobotnya bergeser jadi 50:50 dan seterusnya itu wajar-wajar saja. Tetapi harus memiliki kontribusi terhadap kelulusan. Dipakai untuk apa. Saya mazhab UN jadi kelulusan, pemetaan, dan integrasi sistem," ujar dia.
Nuh mengatakan, integrasi dan kerja sama dengan perguruan tinggi penting. Tujuannya, mengurangi beban anggaran SBMPTN.