REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Indonesia akan merasakan bonus demografi 20 tahun akan datang. Ini adalah fenomena di mana jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak. Bonus ini kosong tanpa dikelola dengan pendidikan.
"Bonus demografi bukan semata-mata sebuah bonus begitu saja. Bonus demografi akan memberi dampak negatif jika tak dikelola dengan baik," kata Rektor Universitas Udayana, Ketut Suastika, Jumat (6/1).
Ujung tombak dari bonus demografi ini adalah pendidikan. Suastika menilai pendidikan yang dimaksud bukan hanya formal, tapi juga nonformal dan pendidikan usia dini. Ketiganya membentuk generasi baru yang maju, berkarakter, memiliki kreativitas, dan inovasi tinggi.
Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta mengatakan Bali tak memiliki sumber daya alam. Bali hanya bergantung pada kualitas sumber daya manusia, alam nan indah, dan budaya adilihung. SDM dan kualitasnya bergantung pada pendidikan.
"Tenaga pendidik perlu menerapkan disiplin, mengajarkan bekerja keras, berjuang memperkuat semangat untuk masa depan generasi yang lebih baik," katanya.
Generasi muda hasil didikan tenaga pendidik di Bali diharapkan mampu menjadi generasi muda maju, berpikir kritis, namun tetap sopan dan cinta tanah air. Generasi muda juga tak diharapkan menjadi sosok individual, materialistis, dan konsumtif. Pemerintah juga perlu memberi dukungan pada tenaga pendidik, terutama kesejahteraannya.
Penggiat Wirausahawan Muda Bali, Sayu Ketut Sutrisna Dewi mengatakan hal yang perlu diantisipasi dari bonus demografi ini adalah meningkatnya jumlah pengangguran muda di Indonesia. Dunia pendidikan berperan menanamkan jiwa kewirausahaan pada generasi muda.
"Kita harus mengubah pola pikir kuliah atau sekolah untuk mencari kerja menjadi kuliah atau sekolah untuk mendirikan usaha," katanya.
Jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura tujuh persen, Malaysia lima persen, dan Thailand empat persen.
Perjuangan Indonesia untuk menghasilkan minimal dua persen wirausahawan masih sangat panjang. Jika tidak berjuang habis-habisan, jumlahnya akan tetap di kisaran 1,65 persen dan Indonesia jauh dari kategori sejahtera.