REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut daerah yang mengalokasikan 20 persen APBD untuk pendidikan bisa dihitung jari.
"Sebagian besar anggaran pendidikan di daerah, daerah yang mengalokasikan APBD di atas 20 persen bisa dihitung jari," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso dalam diskusi Gathering Media Sosial di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Senin (6/3).
Ia berharap pegiat pendidikan di masing-masing daerah dapat menyosialisasikan ketentuan tersebut. Ia meyakini, daerah merupakan yang paling berperan dalam menyukseskan alokasi 20 persen APBD untuk pendidikan.
Bahkan, Ari menyebut, Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan tidak lebih dari 18 persen APBD untuk pendidikan. Padahal pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggarannya untuk pendidikan sebesar 20 persen.
"Kalau modelnya gitu, tak ada dampak pendidikannya. Di mana pemdanya tak peduli pada pendidikan," tutur dia.
Ari mengatakan, baru-baru ini ramai memperdebatkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengelolaan SMA/SMK yang dilimpahkan pada provinsi. Beberapa pihak menjabarkan dampak negatif perlihan itu.
Namun, Ari menyebut sisi positif dari peralihan itu, yakni konsentrasi anggaran pendidikan lebih banyak di daerah. Selama ini, ia mengatakan, Kemendikbud diklaim mengelola 20 persen dari APBN atau sekira Rp 400 triliun. Namun, ia mengatakan, anggaran nyata yang dikelola Kemendikbud hanya sekitar Rp 50 triliun.
Ari berharap pegiat pendidikan di daerah membantu mengatasi persoalan pendidikan di daerah. Sebab, Kemendibud tidak dapat mengatasi semua permasalahan pendidikan sendiri. "Masalah perundungan di SMP saja, lapor ke menteri, padahal di bawah kabupaten/kota. Tapi Ombudsman sebut Kemendikbud tak bantu layanan pendidikan dengan baik," tutur dia.