REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setelah kasus meninggalnya Amelya Nasution (19 tahun), kembali muncul laporan adanya kekerasan verbal terhadap lima siswi SMK N 3 Padang Sidempuan. Mereka disuruh menjual diri oleh oknum guru berinisial KS lantaran belum bisa melunasi iuran sebesar Rp 400 ribu.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Lystiarti, menyatakan Dinas Pendidikan Sumatera Utara perlu mengevaluasi Kepala Sekolah dan manajemen SMKN 3 Padang Sidempuan dengan meminta keterangan dari para siswa dan guru. Dalam dua tahun terakhir, sudah ada tujuh kali demo dilakukan siswa SMK N 3 Padang Sidempuan.
"SMKN 3 Padang Sidempuan harus dievaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan stakeholder terkait, setidaknya sudah ada laporan dua kekerasan verbal yang berdampak trauma pada peserta didiknya," ujar Retno, kepada Republika.co.id, Jumat (14/4).
Ia meminta pihak-pihak berwenang dan terkait, seperti Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Inspektorat Pemprov Sumatera Utara, Bidang SDM Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Wali Kota, Dinas Pendidikan Padang Sidempuan, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersinergi menuntaskan pemeriksaan terkait latar belakang kematian Amelya Nasution dan kekerasan verbal yang juga dialami oleh lima siswi lain di SMKN 3 Padang Sidempuan.
Retno menyatakan FSGI sangat prihatin atas kekerasan yang terus terjadi di dunia pendidikan. FSGI menolak segala bentuk kekerasan, baik fisik, mental maupun verbal di pendidikan dengan tujuan dan alasan apapun. Ia menegaskan, mendisiplinkan anak tidak harus dengan kekerasan.
Retno menilai perlu adanya pengusutan terhadap dugaan kekerasan oknum guru KS terhadap kelima siswa berinisial SY, IG, PNMM, KS, dan SA. Jika terbukti, KS dapat dikenakan hukuman sesuai dengan pasal 76 A dan pasal 80 Undang Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia memandang perlu dilakukan pengusutan laporan keuangan SMKN 3 Padang Sidimpuan, karena Pengelolaan Usaha (PU) adalah salah satu pelajaran atau kompetensi jurusan tertentu di SMK, tidak ada dasar untuk mengumpulkan uang. PU bukan program sekolah secara umum, tetapi subyektif guru, yang bisa jadi dikelola guru secara pribadi atau kelas.
Retno menambahkan sekolah seharusnya melakukan teguran dan memanggil orang tua jika ada siswa menunggak bayaran, karena itu tanggung jawab orangtua. Tanggung jawab anak adalah belajar dengan giat. Karena itu, dia menilai apa yang dilakukan oknum guru KS adalah bentuk kekerasan terhadap anak.
Jika berpegang pada cerita para siswa, Retno menduga kuat oknum guru KS kerap melakukan kekerasan verbal. Sampai urusan bayaran iuran yang menjadi tanggung jawab orang tua pun, anak menjadi korban. “Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didik. Berikan perlindungan terhadap anak-anak dimana pun mereka berada”, kata Retno.
Baca juga: Oknum Guru Suruh Siswi SMK Ini Jual Diri karena Tunggak Iuran