Selasa 13 Jun 2017 14:06 WIB

Kemendikbud Petakan Kesiapan Penerapan Sekolah Lima Hari

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andri Saubani
Mendikbud Muhadjir Effendy memberikan sambutan membuka MTQ Anak Yatim di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/6).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Mendikbud Muhadjir Effendy memberikan sambutan membuka MTQ Anak Yatim di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menyebut tidak ada kriteria khusus sekolah untuk penerapan kebijakan lima hari sekolah dalam sepekan. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu akan mendata kesiapan sekolah untuk menerapkan kebijakan itu bersama dengan masing-masing dinas pendidikan.

"Nggak ada kriteria spesifik," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6). 

Ia mengaku, Kemendikbud telah mengundang sejumlah kepala dinas pendidikan, baik provinsi, kabupaten/kota untuk memetakan kesiapan sekolah di daerahnya. "Kita serahkan sepenuhnya pada masing-masing daerah," ujar dia.

Mendikbud menjelaskan, sebenarnya kebijakan ini berkaitan dengan turunnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Revisi Beban Kerja Guru. Ia berujar, Kemendikbud ingin menyesuaikan beban kerja guru dengan aparat sipil negara yang memiliki beban kerja lima hari.

Selama ini, Mendikbud mengatakan, kriteria penilaian terhadap guru yang sudah berjalan puluhan tahun, dianggap kurang mampu menilai kinerja di lapangan. Pun adanya kewajiban minimal tatap muka 24 jam tidak mencerminkan tugas pokok guru secara keseluruhan. Ia menegaskan, tugas pokok guru tidak hanya mengajar di kelas.

Pemerintah, ia melanjutkan, mencoba mencari alternatif agar lebih luwes dalam menilai kinerja guru. Pemerintah menyepadankan kinerja guru sebagaimana standar yang berlaku bagi aparatur sipil negara pada umumnya. "Sehingga munculah lima hari kerja itu. Sehingga sekolah harus menyesuaikan menjadi lima hari sekolah," tutur dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement