Rabu 14 Jun 2017 01:20 WIB

IPM Dukung Kebijakan Sekolah Lima Hari Penuh

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Esthi Maharani
Suasana belajar di sebuah sekolah.
Suasana belajar di sebuah sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Pelajar Muhammadiyah mengapresiasi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) IPM, Velandani Prakoso menilai aturan tersebut ikut mendukung pengembangan pendidikan karakter dan Revolusi Mental yang digagas Presiden Joko Widodo.

Namun, lanjut dia, Mendikbud perlu memperluas sosialisasi aturan tersebut di seluruh Indonesia. Sebab, setiap daerah memiliki persoalan tersendiri yang perlu diperhatikan.

“Karena ini berkaitan dengan kebijakan nasional, penerapannya membutuhkan penyesuaian di berbagai daerah. Untuk itu, kami mendorong Kemendikbud untuk melakukan sosialisasi lebih luas mengenai hal ini agar semua pihak mengerti apa yang direncanakan,” kata Velandani Prakoso dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/6).

Sosialisasi ini penting agar tidak ada kesalahpahaman di tengah masyarakat. Misalnya mengenai penggunaan istilah full-day school serta substansi kebijakan tersebut.

“Sosialisasi ini juga penting agar pada tataran aplikasi, sekolah tidak sekadar menambah jam pelajaran sehingga malah justru memberatkan para siswa,” ucapnya.

Selain itu, IPM berharap pihak sekolah-sekolah dapat mengutamakan pengembangan minat, bakat, dan potensi masing-masing murid. Sebab, lanjut dia, penyesuaian waktu sekolah menjadi lima hari tidak serta merta pemadatan belajar murid.

Delapan jam sehari tidak melulu habis di dalam kelas untuk mendengarkan guru berceramah. Jika porsi pengetahuan umum 30 persen, lanjut dia, maka dari delapan jam itu hanya 2,4 jam dialokasikan untuk mengkaji ilmu secara khusus. Selebihnya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dari praktik dengan bimbingan guru.

Adapun di luar porsi 30 persen tersebut, para murid dapat mengembangkan minat dan bakatnya di luar kelas, semisal kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler. Karena itu, menurut Velandani Prakoso, kebijakan Mendikbud tersebut bukan berarti mengasingkan murid dari lingkungan tempat tinggalnya. Kata kuncinya, sekolah mesti menjadi tempat yang menyenangkan sehingga murid merasa at home.

“Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang disusun Kemendikbud melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai pembimbing secara kolaboratif bersama pihak sekolah. Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah mampu meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan tidak sekadar tanggung jawab guru dan sekolah, melainkan

tanggung jawab bersama,” papar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement