REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menilai konsep kebijakan Lima Hari Sekolah (LHS) yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy itu memiliki tujuan yang bagus. Namun dalam pelaksanaannya, ia berharap kebijakan yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 23/2017 itu tidak menimbulkan beberapa persoalan.
Aher, sapaan akrabnya, menilai pelaksanaan sekolah lima hari disebut dapat berbenturan dengan kegiatan belajar lainnya seperti Madrasah Diniyah yang biasa digelar usai sekolah umum.
"Mungkin nanti ada tabrakam kepentingan dengan madrasah diniyah khususnya bagi yang SD SMP. Kalau SMA rata-rata jarang di diniyah. Karena sudah keluar, sudah lulus. Nanti Diniyah jadi hilang dong. Itu benturan dong disitu," kata Aher di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/6).
Aher menilai pelajaran di diniyah sangat penting bagi pelajar. Diniyah menjadi bagian pembentukan karakter yang berdasarkan kearifan lokal. Sehingga, pemberlakuan sekolah lima hari dikhawatirkan mengganggu pendidikan diniyah bagi siswa.
"Urusan diniyah ini menjadi kearifan lokal kita. Padahal diniyah itu menjadi bagian cara kita membentuk generasi, cara melengkapi pelajaran yang ada di sekolah. Yang keagamaannya kurang, dimasukan ke diniyah. Kan itu bisa menjadi revolusi mental," tuturnya.
Ia pun menyebutkan persoalan juga bisa timbul bagi sekolah-sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang mendukung. Tentu hal tersebut menjadi sebuah kesulitan untuk diterapkan di lapangan.
Kekhawatiran akan masalah-masalah lain yang muncul ini dinilainya membuat sebagian kalangan memprotes putusan tersebut. "Yang jelas wajar kalau banyak suara karena memang di lapangan tidak semua siap daya dukungnya," ujarnya.