REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan, pemeritah tidak akan menambah jam pelajaran atau intrakulikuler dalam kebijakan lima hari sekolah (LHS).
"Niat Kemendikbud bukan tambah intrakulikuler, tapi tambah anak untuk bermain, bukan di dalam jam pelajaran," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ari Santoso dalam diskusi Ribut-ribut Fullday School di Jakarta, Sabtu (17/6).
Ia memahami keterkejutan masyarakat terhadap kebijakan LHS. Menurutya, hal itu tidak lepas dari kepedulian masyarakat terhadap pendidikan di Indonesia. Namun, ia menganggap, masyarakat belum memahami pasal per pasal yang memayungi LHS, yakni Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Saat ini, ia melanjutkan Kemendikbud bersama Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun petunjuk teknis (juknis) untuk menjalankan Permendikbud tersebut.
Ari mengatakan, isu fullday school sudah ada sejak tahun lalu. Ia sependapat dengan anggapan, fullday school akan menyandera anak di sekolah. Namun, ia mengatakan, dalam Permendikbud 23/2017 tidak ada satupun kata fullday school, tetapi yang ada penguatan pendidikan karakter (PPK).
"Kita tahu sejak dulu bangsa Indonesia kuat dengan itu, sesuai Nawacita," jelasnya.
Ari menegaskan, kebijakan LHS tidak bertujuan untuk menambah jam pelajaran di dalam kelas. Sebab, Indonesia sudah dikenal dengan pelajaran yang banyak. Pemerhati pendidikan pun setuju dengan itu.
Selain itu, Ari mengingatkan, dalam mendidik anak ada tiga hubungan, yakni antarasekolah, keluarga dan masyarakat. Artinya, pendidikan tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada sekolah. Selain itu, dalam pendidikan ada tiga komponen, yakni, intrakulikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Ari menjelaskan, intrakulikuler adalah pelajaran di dalam kelas, ko-kurikuler yakni penelitian ilmiah, menulis, dan lain-lain. Sedangkan ekstrakulikuler, yakni musik, pramuka, seni dan lain-lain. Selama ini kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler tidak dimasukan atau diakui dalam pelajaran.
"Kita bukan menambah jam, namanya tambah jam artinya memaksakan seluruh proses di sekolah. Padahal (belajar) boleh diselenggarakan di tempat lain, salah satunya kerja sama dengan madrasah diniyah," ujarnya.