REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammdiyah Dahnil Azhar Simanjuntak mengatakan, rumor yang menyebut ada pertengangan antara Muhammadiyah dan Nahdltul Ulama (NU) terkait program lima hari sekolah (LHS) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tidaklah benar. Sejauh ini Muhammadiyah hanya mendukung usulan pemerintah yang memang terlihat adil dan berkeadilan.
"Muhammadiyah mendukung kebijakan mendikbud itu, karena menganggap kebijakan itu pararel dengan visi revolusi mental Presiden Joko Widodo, yakni berorientasi pada pendidikan karakter melalui maksimalisasi peran guru lebih luas dalam pendidikan," kata Dahnil, Rabu (28/6).
Adanya upaya untuk menyatukan ormas Islam atau ormas agama lain untuk mendiskusikan persoalan LHS ini sangatlah baik. Namun, jangan sampai hanya dua organisasi saja yakni Muhammadiyah dan NU yang dilibatkan. Perlu juga organisasi agama lain seperti Persis atau dari Katolik, Kristen dan organisasi lain sehingga didapat masukan dari berbagai pihak.
Menurutnya, Muhammadiyah memandang bahwa persoalan pendidikan yang belum terselesaikan saat ini adalah persoalan karakter. Dengan program LHS yang akan lebih diperkuat dalam membina karakter, maka upaya perbaikan sistem pendidikan ini tidak salah.
"Terlebih dengan upaya pemerintah membuat peraturan presiden (Perppres) untuk program Kemendikbud, justru bisa memperlihatkan bahwa pemerinta memang serius memajukan pendidikan di Indonesia," kata Dahnil.
Program LHS yang diusung Kemendikbud awalnya mendapat banyak tanggapan miring. Sebab, jika program ini dilakukan, maka akan banyak sekolah swasta yang memanfaatkan waktu Sabtu atau Ahad untuk belajar agama, justru terganggu. Untuk itu perlu ada tinjauan kembali bagaimana mengupayakan agar program ini bisa dimanfaatkan oleh semua sekolah baik negeri maupun swasta.