Jumat 30 Jun 2017 13:31 WIB

Kebijakan LHS, Bukan Berarti Full Day School

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Agus Yulianto
Siswa-siswi sekolah dasar (SD) mengikuti upacara bendera (Ilustrasi)
Siswa-siswi sekolah dasar (SD) mengikuti upacara bendera (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, kebijakan tentang lima hari sekolah (LHS) bukanlah full day school. Hari sekolah yang diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tersebut bertujuan untuk menguatkan karakter peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuker.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Ari Santoso. Dia menjelaskan, kebijakan LHS bukan berarti siswa harus belajar di dalam kelas terus menerus. Namun, bisa dimanfaatkan dengan beragam aktivitas belajar yang dilakukan dengan bimbingan dan pembinaan guru.

"Lima hari sekolah bukan full day school. Itu istilah untuk jenis penyelenggaraan pendidikan di sekolah tertentu," ujar Ari melalui siaran pers pada Republika.co.id, Jumat (30/6).

Beragam kegiatan yang bisa dilakukan, papar Ari, misalnya dengan mengaji, kegiatan pramuka, Palang Merah Remaja (PMR) ataupun kegiatan yang terkait upaya mendukung pencapaian tujuan pendidikan. Seperti, belajar budaya bangsa di museum atau sanggar seni budaya, atau dengan memupuk mental sportif siswa dengan kegiatan olahraga.

Dengan begitu, kata Ari, diharapkan aktivitas belajar peserta didik tidak membosankan karena dilakukan secara tatap muka di kelas saja. Sebaliknya, bisa lebih menyenangkan karena melalui beragam metode belajar yang dikelola guru dan sekolah.

Ari menyampaikan, kebijakan lima hari bersekolah akan dilakukan secara bertahap, tanpa ada paksaan. Sehingga diterapkan atau tidaknya kebijakan tersebut bergantung pada kesiapan dari masing-masing sekolah. Mengingat sarana prasarana dan faktor pendukung setiap sekolah berbeda. "Sekolah lima hari hanya untuk sekolah yang siap. Tidak ada paksaan bagi satuan pendidikan untuk melaksanakan pada tahun ajaran baru 2017/2018sesuai dengan pasal 9," kata Ari.

Karenanya, Ari mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada perdebatan tentang lima hari atau enam hari, namun kembali pada semangat penguatan karakter melalui program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Menurut Ari, sebelum kebijakan tersebut dibuat, sudah ada sekolah-sekolah percontohan penerapan praktik baik PPK di berbagai wilayah di Indonesia yang melaksanakan kegiatan lima hari sekolah. "Jadi hari Sabtu dan Minggu bisa digunakan menjadi hari keluarga. Pertemuan anak dan orang tua menjadi lebih berkualitas," tegas Ari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement