REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan selama ini beban kerja guru menjadi persoalan besar sekolah di Indonesia. “Problem besar soal beban kerja guru,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (12/7).
Ia menjelaskan, dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan beban kerja guru yakni minimal 24 jam tatap muka untuk mendapat tunjangan sertifikasi atau maksimal 40 jam per minggu. Selama ini, ia mengatakan, hal itu mendapat banyak masalah. Sebab, banyak guru yang tidak bisa memenuhi beban mengajar 24 jam tatap muka.
Akhirnya, tidak sedikit guru yang memilih mencari sekolah lain untuk memenuhi syarat 24 jam tatap muka. “Guru yang tak bisa penuhi, terutama yang jam pelajarannya sedikit. Kerjanya keluar masuk sekolah lain. Kalau di kota tak masalah, kalau di daerah yang jaraknya jauh, bagaimana,” tutur dia.
Menurutnya, kebijakan itu tidak bisa menjadikan guru bekerja sesuai fungsinya yang salah satunya mengajarkan karakter pada siswa. Sistem itu justru membuat guru hanya menganggap sekolah sebagai tempat transit, karena kegiatannya hanya datang, mengajar dan pergi.
Kemendikbud menyamakan beban kerja guru seperti ASN sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Revisi Beban Kerja Guru. Sebelumnya, beban kerja guru yakni 24 jam tatap muka per minggu. Namun, berdasarkan PP 19/2017 menjadi 40 jam sepekan.
Mendikbud mengatakan menyamakan beban kerja guru dengan PNS secara filosofis bertujuan untuk mengembalikan peran guru ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, Tut Wuri Handayani (memberikan tauladan di depan, membangun semangat di tengah, memberikan dorongan dari belakang, Red).