Jumat 14 Jul 2017 16:07 WIB

Nasir: Potensi Radikalisme di Kampus Sangat Tinggi

Menkominfo Rudiantara (kiri) Menristek Muhammad Nasir (tengah) dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (kanan) mengikuti acara deklarasi antiradikalisme yang diselenggarakan di Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/7).
Foto: ANTARA FOTO/Agus Bebeng
Menkominfo Rudiantara (kiri) Menristek Muhammad Nasir (tengah) dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (kanan) mengikuti acara deklarasi antiradikalisme yang diselenggarakan di Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan Perguruan Tinggi (PT) baik yang berstatus negeri maupun swasta di Indonesia memiliki potensi besar untuk disusupi paham radikalisme. "Masalah radikalisme di kampus, kami belum bisa melihat secara nyata, tapi potensi di kampus sangat tinggi," ujarnya, saat ditemui usai menghadiri deklarasi antiradikalisme di Universitas Padjadjaran (Unpad) Kota Bandung, Jumat (14/7).

Menurutnya, potensi itu diakibatkan karena kampus merupakan tempat bernaungnya anak muda yang tengah menimba ilmu dari berbagai latar belakang dan ilmu pengetahuan. Sehingga masalah radikalisme di kampus memiliki potensi yang besar. "Sehingga kami melakukan ini (deklarasi antiradikalisme) supaya mewaspadai jangan sampai kampus menjadi pusat radikalisme. Jadi baik perguruan tinggi negeri dan swasta memiliki potensi. Tapi hal ini belum muncul secara nyata," kata dia.

Dalam menangkal segala bentuk paham radikalisme di masyarakat, Menristekdikti bersama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP) akan membuat program agar dapat memahami Pancasila dengan baik.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menambahkan, masuknya paham radikalisme ke kampus tidak bisa dihindarkan, terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi seperti internet yang membuat arus informasi terbuka lebar. "Ini yang menjadi konsentrasi kita, justru teknologi ini seperti pedang bermata dua, bisa positif bisa negatif. Nah kita mencoba memitigasi negatifnya," kata dia.

Namun kata dia, yang lebih tahu terhadap pergerakan mahasiswa di kampus yakni masing-masing rektor. Sehingga, ia meminta setiap kampus memiliki data dari mulai dosen, mahasiswa, serta kegiatan-kegiatan mereka selama di kampus. Hal ini guna, mendeteksi secara dini kerawanan radikalisme. "Kampus harus mendata semua dosen dan mahasiswanya dan rektor harus tahu kondisi dosennya. Apabila di dalam hal ini tidak mengikuti NKRI dan Pancasila, ini sudah melanggar PP nomor 53 tentang disiplin pegawai," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement