REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Beberapa persoalan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) daring sempat terjadi di beberapa daerah. Salah satunya sempat terjadi di salah satu SMA di Yogyakarta, meskipun persoalan itu ternyata hanya disebabkan oleh kesalahpahaman.
Koordinator Pemantauan dan Investigasi dari Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, Baharudin Kamba mengatakan, setiap tahun, PPDB memang berpotensi menimbulkan persoalan. "Sistem online memang dapat meminimalisir permasalahan, namun celah penyalahgunaan masih ada," ujar Baharudin kepada Republika, Jumat (14/7).
Untuk memastikanya, ia pun melakukan pemantauan secara langsung di beberapa sekolah di Kota Yogya. Dari hasil pemantauan yang ia lakukan, ia menilai, PPDB di Yogya tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. "Tahun ini semua berjalam lancar. Kami juga tidak menemukan adanya kecurangan yang berarti," kata dia.
Meskipun, ia sempat menemukan adanya oknum di Sleman yang meminta pungutan liar (pungli) kepada calon siswa. Namun ternyata oknum itu tidak jadi melakukan aksinya.
Ia mengatakan, pungli itu dialami oleh salah satu siswa yang diberi iming-iming untuk mendapat kepastian diterima di salah satu sekolah favorit. Namun setelah dilaporkan, ternyata oknum itu mengembalikan seluruh uang hasil dari pungli tersebut.
Menurut Baharudin, persoalan dalam PPDB berpotensi terus terjadi karena adanya oknum yang ingin memanfaatkan celah yang ada. "Oknum itu bisa dari internal maupun eksternal," kata dia.
Oleh karena itu, ia pun menilai, untuk terus menekan adanya penyalahgunaan, diperlukan pembenahan sistem yang optimal serta pemberian sanksi yang tegas kepada setiap oknum yang terlibat.
Demi mengincar sekolah yang didambakan, masih terdapat celah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan. Celah itu dilakukan melalui penerapan sistem zonasi serta melalui penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Untuk oknum yang menggunakan celah dengan penyalahgunaan SKTM, Baharudin menyebutnya sebagai langkah 'memiskinkan diri'. Karena, jalur penerimaan dengan SKTM ini memang berpotensi digunakan oleh orang yang sebenarnya mampu secara ekonomi namun berpura-pura miskin demi dapat diterima di sekolah yang diidamkan.
"Tahun lalu kami menemukan penyalahgunaan ini. Namun tahun ini kami tidak menemukanya sama sekali, ini merupakan perubahan yang positif," ujarnya.
Ia menilai, kecurangam tahun ini dapat diminimalisir berkat penggunaan sistem online yang cukup baik. Bahkan, demi kelancaran penggunaan sistem itu, hampir seluruh sekolah menganggarkan dana untuk penyewaan genset.
Genset itu mutlak diperlukan dalam langkah antisipasi jika terdapat gangguan aliran listrik. Dengan adanya genset, maka potensi persoalan yang dapat mengganggu sistem online dapat diminimalisir.
"Saya sangat mengapresiasi langkah ini," ucap dia. Meski anggatan penyewaan genset menggunakan dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun ia menilai itu merupakan penggunaan anggaran yang masih sesuai dengan koridornya.