Selasa 01 Aug 2017 13:18 WIB

Pesantren di Yogyakarta Kritisi Kebijakan Full Day School

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Qommarria Rostanti
Kemendikbud
Kemendikbud

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekitar 51 pesantren yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) keberatan apabila sekolah hanya berlangsung lima hari saja dengan sistem kegiatan sehari penuh di sekolah (full day school). Pasalnya, kebijakan tersebut membuat pesantren tidak bisa menyelenggarakan madrasah diniyah sore.

"Siswa nantinya tidak bisa lagi belajar sore di madrasah diniyah karena sudah kecapekan," kata anggota Komisi D DPRD DIY, HM Anwar Hamid di DPRD DIY, Selasa (1/8).

Dengan adanya kebijakan lima hari kerja, kata dia, siswa yang biasanya setelah Shalat Ashar belajar di madrasah diniyah sore, tidak bisa lagi mengikuti kegiatan di madrasah diniyah sore. "Saya didatangi dan ditanya oleh para pengasuh pesantren karena dengan adanya full day sekolah, mereka tidak bisa melaksanakan diniyah sore. Sampai sekarang sekarang belum ada petunjuk teknis untuk sekolah lima hari," ujar Anwar.

Di samping itu, apabila, Sabtu dan Ahad libur maka akan lebih banyak waktu lowong sehingga siswa menghabiskan waktu tersebut untuk bermain. Banyaknya waktu untuk bermain tersebut dikhawatirkan membuat moral siswa akan terdegradasi. "Mohon untuk Yogyakarta yang istimewa dan akan menjadi pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara ada kebijakan untuk lebih khusus dan istimewa," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY K Baskara Aji mengatakan terkait lima hari sekolah baru diperuntukkan bagi siswa SD dan SMP dan akan dibuatkan Peraturan Presiden. "Sampai sekarang belum ada Perpres tersebut. Kami barharap secepatnya aturan itu turun supaya tahu apa yang harus dilakukan dan bisa diakomodir semua pihak," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement