REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindak pidana korupsi hanyalah salah satu wujud dari sekian banyak bentuk-bentuk tindakan yang menggerogoti keutuhan hidup berbangsa dan bernegara. Kerugian yang dialami bangsa ini bukan hanya soal materi, namun warisan pola pikir dan sikap mental koruptif yang merusak tatanan kehidupan secara keseluruhan.
“Perasaan merasa tidak bersalah, selalu menyalahkan pihak lain, dan menggunakan atribut-atribut kebenaran untuk menutupi perilaku yang sebenarnya adalah sikap mental koruptif yang berbahaya,” kata Peneliti Indonesia Bermutu Akhmad Supriyatna, seusai menyerahkan Modul Pendidikan Antkorupsi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (4/8).
Modul Pendidikan Antikorupsi itu merupakan hasil kerja sama Indonesia Bermutu dengan KPK. Modul Pendidikan Antikorupsi itu diterima oleh tim dari Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, yakni Dony Mariantono, Irawati, dan Handayani.
Supriyatna menambahkan, tindak pidana korupsi adalah tindakan kriminal luar biasa. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan bangsa ini, perlu tindakan yang luar biasa dan tidak biasa. “Cara-cara biasa hanya akan menghasilkan hal-hal biasa yang tidak mengakar dan tidak akan mampu menyembuhkan penyakit turunan ini,” tutur Supriyatna.
Hal yang sama disampaikan Peneliti IB Zulfikri Anas. Menurutnya, sikap mental dan perilaku koruptif yang merasuk ke semua sisi kehidupan telah merampas kebahagian, keharmonisan, kerukunan, kedamaian, dan melahirkan penindasan serta perundungan yang berkepanjangan,. “Untuk itu perlu ada revolusi dalam pendidikan,” ungkap Zulfikri Anas.
Dosen UPI yang juga Tim Ahli Modul Pendidikan Antikorupsi, Maulia Depria Kembara mengemukakan, maraknya penindasan, perundungan (bullying), dan diskriminasi yang telah mengakar sebagai akibat adanya sekolah favorit, inkonsistensi, pungli, gratifikasi, mark-up dan manipulasi nilai, ambisi yang berlebihan dari orang tua, jalan pintas, posisi anak sebagai konsumen adalah bentuk-bentuk perilaku koruptif yang dekat dengan dunia pendidikan. “Inilah yang membuat sekolah menjadi rawan dan mambawa hidup kita ke tepi jurang kehancuran”, ungkap Maulia Depria Kembara.
Pembina Indonesia Bermutu Deni Hadiana mengaminkan pernyataan Maulia Depria. Ia menegaskan, tindakan meremehkan mutu, senang jalan pintas dan instan, tidak menghargai upaya kerja keras, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, tidak percaya diri, tidak mandiri, egois, mau hasil bagus tanpa kerja keras adalah sikap-sikap mental koruptif. “Sikap mental koruptif itu hanya bisa disembuhkan melalui pendidikan yang utuh, melibatkan semua pihak, tidak hanya sekolah, tapi juga keluarga, tokoh masyarakat dan para pemimpin,” kata Deni Hadiana.
Direktur Utama Indonesia Bermutu Global (IBG) Afrizal Sinaro mengatakan, KPK telah menghasilkan banyak produk luar biasa seperti buku-buku cerita untuk anak mulai dari usia dini dan semua jenjang pendidikan dasar dan menengah, board-game, film dan sebagainya. “Semuanya bagus, kreatif, dan cerdas, termasuk Modul Pendidikan Antikorupsi,” ujarnya.
Namun, Afrizal menambahkan, seringkali buku-buku bagus itu tidak bisa dinikmati oleh para siswa karena terbentur regulasi perbukuan. “Mengingat pentingnya tindakan pencegahan perilaku koruptif melalui pendidikan sejak dini, pihak-pihak terkait, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu melakukan reformasi aturan (suprastruktur) agar ide-ide kreatif ini menular ke anak,” tutur Afrizal.