Ahad 06 Aug 2017 06:16 WIB

Gerakan Sekolah Menyenangkan Ajak Siswa Miliki Keterampilan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kampus UGM
Kampus UGM

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gerakan Sekolah Menyenangkan akan menggelar talkshow yang mengupas tantangan dan kebutuhan pendidikan di abad 21 di Gedung UC Universitas Gadjah Mada. Ini jadi kelanjutan kerjasama UGM, Monash Univeristy dan Clayton North Primary School.

Dilatarbelakangi banyaknya masalah pendidikan di Indonesia, Gerakan Sekolah Menyenangkan mengajak berbagai elemen mencari solusi komprehensif di bidang pendidikan, bukan parsial. Tentu tujuannya, agar Indonesia dapat memetik manfaat prediksi bonus demografi yang akan terjadi 2035-2045.

Talkshow bertema 'Nasib Revolusi Mental dan Urgensi Inovasi Pendidikan' menghadirkan pemateri seperti Guru Besar Psikologi UGM Djamaludin Ancok, Direktur Wahid Institute Yenny wahid dan Founder Gerakan Sekolah Menyanangkan (GSM) sekaligus dosen DTETI UGM Muhammad Nur Rizal.

Diadakan pula workshop bertemakan 'Praktik Baik Pengembangan Karakter Anak dalam Sekolah Menyenangkan' yang dipandu dosen psikologi UGM Novi Candra dan Josie Burt serta Joanne Weston dari Clayton North Primary School. Sekitar 200an peserta mulai guru, kepsek, orang tua, akademisi dan lainnya diperkirakan hadir.

Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal menuturkan, inovasi pendidikan yang ditawarkan pertama sistem pengembangan profesionalitas guru lebih inovatif. Kedua, lanjut Rizal, pengelolaan sekolah yang efektif. Kedua sistem bertujuan melatih guru agar mendidik sistwa miliki keterampilan berpikir.

"Bukan apa (materi) yang dipikirkan, sehingga orientasi belajarnya tidak hanya untuk meraih nilai akademik hapalan tinggi, namun berubah untuk mengembangkan siswa yang cerdas, beretos kerja tinggi, bermoral dan peduli lingkungan sosial," kata Rizal kepada Republika.co.id, Jumat (4/8).

Ia menekankan, kedua sistem dirancang berbasiskan pendekatan akar rumput yaitu kolaboratif, kolegial dari guru ke guru, pelibatan masyarakat sampai memakai fakta sebagai umpan balik terhadap kelanjutan proses pengembangan. Lemahnya implementasi kurikulum selama ini karena minimnya peran guru dalam aspek perancangan.

Padahal, lanjut Rizal, guru memiliki peran yang vital untuk mengimplementasikan kurikulum pemerintah ke dalam satuan atau prose pembelajaran. Hal ini berakibat ke tidak akuratnya aspek penyampaian yang disusun di kurikulum, yang tentu saja akan mempengaruhi metodei pedagogi sampai sistem pelatihan bagi guru.

"Kelemahan inilah yang akan diperbaiki di Gerakan Sekolah Menyenangkan, dalam talkshow dan workshop kali ini, guru akan dilatih keterampilannya untuk meningkatkan kurikulum, khususnya K 13 di tingkatan kelas," ujar Rizal.

Pendidik akan dilatih merencanakan target belajar, metode yang dipakai berdasarkan kesepakatan atau partisipasi siswa, sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan, merangsang tanggungjawab dan keingintahuan siswa. Metode ini membantu guru mendapat umpan balik secara langsung, dalam evaluasi atau penilaian pembelajaran.

"Saat ini, GSM telah dan terus mengembangkan sistem pengembangan guru yang meliputi materi pelatihan, hingga sistem pendampingan berbasiskan peer support group dan mentoring dari komunitas kampus baik dengan offline maupun online," kata Rizal.

Inovasi pendidikan lainnya ialah pengenalan berbagai program atau aktivitas untuk pengelolaan sekolah yang efektif, salah satunya merancang sistem penilaian formatif sampai survei kepada siswa. Sistem itu akan membantu guru mengevaluasi kemampuan otentik siswa selama pembelajaran berlangsung.

Sistem ini sangat tepat diterapkan untuk mengukur penguatan pendidikan karakter di dalam intrakurikuler. Sedangkan, survei siswa bertujuan mengukur hasil pembelajaran apakah membuat siswa lebih senang, termotivasi dan tumbuh seluruh potensinya, atau justru merasa terbebani.

Kedua proses ini akan membantu desain dan implementasi kurikulum serta penilaian dilakukan di tingkatan sekolah, sehingga yang berkembang dan dievaluasi adalah sekolah, bukan individu guru apalagi anak didik. Sebab, mereka bukan obyek melainkan subyek pendidikan yang harus diberdayakan secara manusiawi.

"Peran kampus di dalam kegiatan ini melakukan penelitian apakah desain pengembangan guru yang dilakukan GSM berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dan dapat direplikasi di daerah-daerah lain untuk menjadi standar kebijakan nasional," ujar Rizal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement