REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menyelenggarakan kegiatan talkshow dan workshop yang mengupas tentangan dan kebutuhan pendidikan di abad 21 di UC UGM Yogyakarta, Senin (7/8). Agenda ini adalah kelanjutan kerja sama antara Universitas Gadjah Mada (DTETI), Fakultas Pendidikan, Universitas Monash dan Clayton North Primary School.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya permasalahan pendidikan di Indonesia serta mencari solusi yang komprehensif, khususnya pada bidang pendidikan agar Indonesia dapat memetik manfaat prediksi bonus demografi yang akan terjadi pada tahun 2035-2045.
Talkshow dengan tema "Nasib Revolusi Mental dan Urgensi Inovasi Pendidikan" akan menghadirkan pemateri diantaranya Djamaludin Ancok (Guru Besar Psikologi UGM), Yenny Wahid (Wahid Institute), dan Muhammad Nur Rizal (founder GSM sekaligus dosen DTETI UGM).
Sedangkan Workshop bertemakan "Praktik Baik Pengembangan Karakter Anak dalam Sekolah Menyenangkan" akan dipandu oleh Novi Candra (Dosen Psikologi UGM ), Josie Burt serta Joanne Weston (dari Clayton North Primary School).
Acara ini akan berlangsung sepanjang hari dan bakal dihadiri oleh sekitar 200 peserta yang terdiri dari guru, kepala sekolah, pengawas, orangtua , pembuat kebijakan, akademisi dan juga penggerak masyarakat.
Muhammad Nur Rizal menyampaikan bahwa inovasi pendidikan yang ditawarkan oleh GSM yang pertama adalah sistem pengembangan profesionalitas guru lebih inovatif. Sedangkan yang kedua adalah pengelolaan sekolah yang efektif.
Tujuan kedua sistem tersebut adalah melatih guru agar dapat mendidik siswanya memiliki keterampilan berpikir, bukan apa (materi) yang dipikirkan. "Sehingga orientasi belajarnya tidak hanya untuk meraih nilai akademik hafalan tinggi namun berubah untuk mengembangkan siswa yang cerdas, beretos kerja tinggi, bermoral, dan peduli lingkungan sosialnya," katanya kepada Republika, Ahad (6/8).
Rizal menambahkan kedua sistem tersebut dirancang berbasiskan pendekatan akar rumput, yakni kolaboratif (menggunakan pertukaran praktek baik pendidikan), kolegial dari guru ke guru, pelibatan masyarakat hingga evidence-based atau menggunakan fakta sebagai umpan balik terhadap keberlanjutan proses pengembangan.
Lemahnya implementasi kurikulum selama ini adalah karena minimnya keterlibatan peran sekolah atau guru dalam aspek perancangan. "Padahal guru memiliki peran yang vital untuk mengimplementasikan kurikulum pemerintah ke dalam satuan atau proses pembelajaran. Hal ini berakibat pada tidak akuratnya aspek delivery yang disusun di kurikulum yang tentu saja akan mempengaruhi metode pedagogi hingga sistem pelatihan terhadap guru," katanya menambahkan.