REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan surat intruksi kepada seluruh pengurus lembaga dan badan otonom NU untuk melakukan unjuk rasa terkait kebijakan lima hari sekolah atau full day school. Pasalnya, kebijakan sekolah lima hari dan delapan jam belajar itu dianggap akan menggerus eksitensi Madrasah Diniyah.
Intruksi tersebut disampaikan melalui surat resmi bernomor 1460/C.I.34/08/2017 yang ditandangani oleh Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin, Katib Aam PBNU KH Yahya C Staquf, Ketum PBNU Said Aqil Siradj, dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini.
Dalam surat intruksi tersebut, PBNU menegaskan, bahwa Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 sama sekali tidak menyinggung secara serius implementasi penguatan pendidikan karakter sebagaimana yang dikampanyekan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. "Konsentrasi kebijakan tersebut malah cenderung terfokus mengatur kebijakan soal jam sekolah. Penguatan karakter tidak bisa secara serta merta disamakan dengan penambahan jam belajar," ujarnya kepada Republika.co.id dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/8).
Menurut Helmy, kebijakan sekolah lima hari tersebut hanya akan menggerus eksitensi Madrasah Diniyah. Padahal, menurut dia, selain Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah merupakan tulang punggung yang membentengi persemaian paham dan gerakan radikalisme. "Ironis jika lembaga yang menjadi harapan untuk membangun karakter tunas-tunas bangsa justru malah diusik dan diancam eksistensinya," katanya.
Berdasarkan hal itu, PBNU menginstruksikan kepada seluruh pengurus lembaga NU dan pengurus organisasi badan otonom NU untuk menolak kebijakan tersebut. Berikut isi intruksi PBNU:
1. Melakukan aksi dan menyatakan sikap menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah dan kebijakan-kebiajakan lain yang merugikan pendidikan di Madrasah Diniyah.
2. Mendesak pemerintah di masing-masing tingkatan (Gubernur/Bupati/Walikota) untuk menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, pendidikan Madrasah Diniyah.
3. Melakukan upaya-upaya lain di masing-masing wilayah untuk menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah dan kebijakan yang merugikan pendidikan Madrasah Diniyah, demi menjaga harga diri dan martabat Nahdlatul Ulama.