Rabu 09 Aug 2017 15:31 WIB

Pengamat: Anggaran Pemprov tak Sanggup Biayai SMA dan SMK

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andi Nur Aminah
Siswa SMK Raden Umar Said saat belajar animasi
Siswa SMK Raden Umar Said saat belajar animasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan semakin mahalnya biaya pendidikan di SMA dan SMK pasca pengalihan kewenangan ke provinsi menunjukkan bahwa pembuat undang-undang tidak paham realitas persoalan pendidikan. Pengambilalihan wewenang pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke tingkat provinsi dilakukan atas dasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mulai Oktober 2016.

Menurut Doni, kebijakan ini harus segera ditinjau ulang sebelum pendidikan SMA/SMK semakin rusak. Doni memperhatikan biaya pendidikan untuk SMA dan SMK memang bertambah mahal semenjak diambil alih provinsi. "Dari segi anggaran pemerintah provinsi itu enggak sanggup membiayai SMA dan SMK," kata Doni, kepada Republika.co.id, Rabu (9/8).

Ia menjelaskan, provinsi tidak memiliki banyak pemasukan kas daerah. Pemasukan pemprov hanya berasal dari pajak-pajak, dan jumlahnya pun tidak banyak. Doni menambahkan, aparatur birokrasi di provinsi juga tidak pernah mengurusi sekolah sehingga kualitas pendidikan menengah akan makin dipertanyakan.

Menurut Doni, kesalahan ini ada pada UU Otonomi Daerah yang mengatur pengalihan wewenang SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi. Ia menengarai, alasan lembaga legislatif mengalihkan kewenangan SMA/SMK ke provinsi adalah alasan politik, bukan peningkatan kualitas pendidikan.