REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Wahid Institute Yenny Wahid menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Selasa (15/8) sore untuk membicarakan polemik full day school (FDS). Yenny mengatakan Kemendikbud berencana akan mensinergikan sekolah dengan madrasah diniyah.
Sejak isu FDS ini digulirkan, PBNU menjadi ormas yang paling keras menentang. PBNU khawatir full day school akan mematikan madrasah diniyah. Usai pertemuan yang berlangsung di Gedung Kemendikbud, Jakarta ini, Yenny menyatakan mendapat komitmen Mendikbud bahwa FDS tidak akan mengganggu madrasah diniyah.
"Justru ada komitmen dari Kemendikbud untuk bersinergi dengan madrasah diniyah," kata Yenny Wahid di Jakarta, Selasa (15/8). Menurutnya, Kemendikbud mengakui bahwa selama ini madin mempunyai banyak kontribusi dalam pendidikan karakter siswa yang dilakukan secara informal.
Yenny mengatakan sekarang sudah ada komitmen dari Kemendikbud untuk berkoordinasi dengan madin-madin yang ada. Hal ini menurutnya sesuai dengan cita-cita UU Sisdiknas yang memberikan penekanan pada pendidkan karakter siswa. Terkait delapan jam pelajaran, Yenny mengatakan, aturan tersebut tidak berlaku untuk siswa, melainkan untuk guru.
Menurut Yenny, sekolah tetap diberi kebebasan untuk menerapkan lima hari sekolah atau enam hari sekolah sesuai kondisi masing-masing. Untuk SD, jam belajar siswa akan berlangsung sampai pukul 12.10 WIB, sedangkan SMP sampai pukul 13.20 WIB. Jam belajar SMA tidak diatur dalam kebijakan ini.
Yenny mendukung peningkatan kualitas pendidikan, tanpa harus disertai penambahan jam belajar siswa. Ia mengungkapkan pelaksanaan FDS tidak boleh mematikan madin. Putri mantan presiden Gus Dur ini mengamati tren dunia saat ini adalah less formal hours atau less formal schooling.
Dari tren itu, Yenny menjelaskan, kegiatan sekolah formal dikurangi, tetapi diberikan lebih banyak opsi bagi murid untuk mengembangkan potensi dirinya. Murid bisa memgambil kursus-kursus, kegiatan bela diri, madrasah diniyah, kelas alkitab, dan sebagainya. Hal ini dikomunikasikan dengan sekolah kemudian dihitung sebagai poin bagi siswa.
Dia berharap, kelak akan terbentuk anak yang bukan hanya nilai akademiknya sempurna tapi juga mempunyai keterampilan. Yenny mengatakan, metode ini sudah diterapkan di negara lain seperti di Amerika Serikat. Misalnya, anak bisa mendapat beasiswa dari sekolah karena potensinya menjadi atlet besar. Potensi-potensi di luar nilai akademik ini harus digali dari siswa.
Yenny mengatakan sinergi antara sekolah dengan madrasah diniyah ini dilakukan dalam bentuk koordinasi atau perjanjian kerja sama. "Semangatnya tidak membiarkan madin menjadi mati tapi justru dibawa dirangkul menjadi salah satu agen yang bisa menumbuhkan atau mendidik karakter anak-anak," kata dia.