REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Deputi Ilmu Pengetahuan Teknologi LIPI, Laksana Tri Handoko menilai, produktivitas penelitian di Indonesia sangat rendah. Dari Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015 saja, produktivitas penelitian Indonesia ada di angka 0,02 persen, jauh dari angka ideal yaitu 15 persen.
"Sebenarnya dari jumlah SDM tidak terlalu kurus tapi produktivitasnya rendah, baik publikasi maupun paten," kata Tri di seminar nasional Membangun IPTEK Bermartabat: Etos, Etika, dan Strategi di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Senin (21/8).
Prevalensi peneliti di Indonesia yang 1.071 per satu juta penduduk sebenarnya tidak terlalu rendah, tapi untuk menciptakan inovasi dibutuhkan riset berkualitas. Karenanya, ia menekankan, penting melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi riset Indonesia, dan peneliti harus memposisikan diri siap berkolaborasi.
Kolaborasi, lanjut Tri, baik dengan sumber daya manusia atau alat yang dimiliki sebagai modal utama. Targetnya, bisa tercipta riset kolaboratif dalam negeri atau luar negeri, baik akademis maupun industri, serta terdapat kontrol kualitas riset berlapis tanpa menambah administrasi.
"Selain itu, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas hak kekayanan intelektual dan lisensi," ujar Tri.
Ia menegaskan, strategi pelaksanaan riset dibutuhkan untuk meningkatkan kapasistas dan kompetensi riset, sehingga nantinya mampu berkompetisi dan berkontribusi menciptakan Indoensia yang maju dan beradab berabis Iptek. Maka itu, kolaborasi dan sinergi penting untuk tingkatkan kuantitas dan kualitas riset.
"Eksplorasi pendanaan harus dilakukan tidak hanya dari hasil akhir riset, namun dari proses aktifitas riset, sedangkan kompetisi terbuka dan fair penting untuk meningkatkan etos sebagai bagian dari kontrol kualitas riset," kata Tri.