REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) jelaskan pembagian alokasi anggaran di kementerian itu dari ABPN. Hal itu menanggapi banyaknya keluhan terhadap perhatian pemerintah pada madrasah diniyah, pesantren dan sekolah di daerah pelosok.
"Pendidikan ada masalah serius, terutama masalah anggaran," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam pertemuan Rapat Pleno ke-19 Dewan Pertimbangan MUI di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (23/8).
Ia menjelaskan undang-undang mengamanahkan 20 persen APBN untuk pendidikan. Pun hal itu juga berlaku pada daerah-daerah untuk mengalokasikan 20 persen APBD-nya. Namun, ia mengatakan, tidak banyak daerah yang mengalokasikan 20 persen anggarannya untuk pendidikan.
Sementara itu, dalam nota keuangan RAPBN 2018, Kemendikbud mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 440,9 triliun. Namun, anggaran itu terbagi ke Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kementerian Agama, dan daerah. Masing-masing, melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp 146,6 triliun, transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 279,3 triliun, dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 15 triliun.
Muhadjir mengatakan pemerintah menargetkan sejumlah program dalam pemanfaatan RAPBN 2018, seperti, 19.7 juta Program Indonesia Pintar (PIP), 401,5 ribu mahasiswa mendapat beasiswa Bidikmisi, TPG (435,9 ribu guru non PNS; 257,2 PNS; 1,2 juta PNSD), Bantuan Operasional Sekolah pada 262,2 ribu sekolah, rehabilitasi sekolah dan ruangan pada 61,2 ribu.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu juga mengatakan sebagian besar anggaran Kemendikbud habis untuk tunjangan profesi guru (TPG). Setidaknya Rp 146 triliun dialokasikan untuk membiayai 60 persen dari jumlah guru di Indonesia yang sudah tersertifikasi.
"Itu baru 65 persen, bagaimana kalau 100 persen guru tersertifikasi," ujarnya.