Senin 28 Aug 2017 16:44 WIB

Bupati Dedi Minta Setop Komersialisasi Pendidikan

Rep: Ita Nina/ Red: Agus Yulianto
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Meskipun kewenangan SMA/SMK sudah diambil alih provinsi, Pemkab Purwakarta tetap kebanjiran keluhan orang tua murid. Seratusan orang tua murid, melaporkan mengenai adanya pungutan biaya sekolah melalui SMS Center Bupati. Pungutan tersebut, dinilai sangat membebani orang tua murid.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, pihaknya meminta supaya komersialisasi pendidikan segera disetop. Pasalnya, dengan pola seperti ini, sektor pendidikan mengalami kemunduran. Bahkan, dengan adanya pungutan biaya ini, seperti menghidupkan lagi kebijakan zaman orde baru.

"Katanya pendidikan itu wajib sampai 12 tahun, tapi kenapa orang tua siswa masih dibebani biaya," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Senin (28/8).

Menurut Dedi, sebelum diambil alih oleh provinsi, di Purwakarta pungutan sekolah dinilai jarang. Pasalnya, sejumlah pungutan ditiadakan. Seperti, uang pendaftaran, uang SPP dan uang pangkal. Biaya tersebut, dihapuskan dari beban orang tua siswa. Sebagai gantinya, pemkab menyubsidinya.

Karenanya, sejak 2008 lalu orang tua siswa SMA/SMK di Purwakarta tak ada yang mengeluhkan soal biaya sekolah. Akan tetapi, sejak diambil alih kewenangannya, biaya pungutan siswa yang dikeluarkan sekolah bervariasi.

Berdasarkan laporan orang tua siswa, lanjut Dedi, untuk uang pendaftaran antara Rp 100-200 ribu per siswa. Untuk biaya SPP, antara Rp 150-200 ribu per siswa. Sedangkan yang paling memberatkan, yaitu uang pangkal dengan kisaran Rp 2-5 juta per siswa. "Jelas ini sangat membebani orang tua siswa," ujarnya.

Karena itu, pihaknya meminta supaya Pemprov Jabar segera mengeluarkan solusi atas permasalahan pendidikan ini. Atau, lanjut Dedi, pemprov bisa melimpahkan kewenangan kepada daerah yang dinilai mampu menyubsidi biaya pendidikan. Dengan begitu, siswa bisa belajar sampai 12 tahun dengan gratis.

Heri Herawan (38 tahun), orang tua siswa asal Kelurahan Nagri Kaler, membenarkan bila tahun ajaran baru 2017/2018 ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya, orang tua siswa yang mendaftarkan anaknya ke SMA/SMK tidak pusing. Sebab, biaya pendaftaran, SPP dan uang bangunan disubsidi oleh pemkab. Selain itu, siswa bisa masuk semua sekolah negeri.

"Sekarang, yang mau ke negeri harus menyiapkan biaya untuk uang pangkal. Besarannya Rp 3 juta ke atas," ujarnya.

Orang tua siswa lainnya, Ela Nurlela (52 tahun) asal Kampung Kebon Kolot, Kelurahan Nagri Kaler, mengaku sangat beruntung. Karena, puterinya bisa masuk ke salah satu SMK favorit tanpa dimintai biaya. Padahal, orang tua lainnya mengeluhkan adanya biaya (uang masuk) yang nilainya jutaan rupiah.

"Alhamdulillah, anak saya keterima berdasarkan ketentuan nilai lulusan SMP," ujarnya.

Sampai saat ini, belum ada biaya yang memberatkan. Akan tetapi, dirinya tak mengetahui jika kebijakan kedepannya berbeda. Namun, yang jelas dirinya sangat terbantu dengan program pemerintah, yang memrioritaskan keluarga miskin untuk bisa sekolah.

sumber : Center
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement