REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdndikbud) mengaku tak mudah menyentuh 3,4 juta masyarakat yang masih buta aksara di Indonesia. Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Kemendikbud Abdul Kahar menyebut kondisi geografis Indonesia menjadi faktor utama menuntaskan program berantas buta aksara.
Ia menyebut sebagian besar masyarakat yang masih terdata buta aksara, berada di terpencil. Sebanyak dua per tiga atau 2.258.990 dari jumlah itu, adalah perempuan. “Kalau bicara Indonesia, angka itu tidak gampang,” kata Abdul Kahar di Jakarta, Kamis (7/9).
Kahar menyebut pemerintah tidak bisa selalu mengandalkan dan menuntut secara klasikal, baik dengan belajar atau rombongan belajar. Sehingga, pemerintah mulai bergerak literasi digital.
“Memang harus masuk ke sana literasi media ajarnya, bahan ajar, nggak bisa andalkan tutorial,” kata Kahar.
Ia mendorong jajaran Kemendikbud di setiap daerah untuk menciptakan bahan ajar berbasis digital. Disinggung akses untuk daerah terpencil, Kahar optimistis tidak ada kendala. Sebab, ia mengatakan literasi digital untuk daerah terpencil berbeda dengan model di perkotaan. Namun, ia tidak mencabarkan model literasi digital untuk daerah terpencil itu.
“Lebih pada menyederhanakan kemampuan kebutuhan dasar masyakat,” kata dia.
Kahar mengatakan level literasi baca, tulis, hitung di daerah hampir merata. Namun, ia meminta pemerintah daerah menyosialisasikan enam literasi dasar untuk kebutuhan abad 21. Selain itu, ia mengingatkan pada pemerintah daerah ihwal pentingnya literasi finansial dan hoaks untuk masyarakat.