Selasa 26 Sep 2017 19:30 WIB

Pengamat: Perlu Pengawasan Biaya Operasional Sekolah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Dana bantuan operasional sekolah (BOS) perlu dipantau dan diawasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Dana bantuan operasional sekolah (BOS) perlu dipantau dan diawasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan, Abduhzen mengatakan pemerintah perlu mengawasi biaya operasional sumbangan dari orang tua murid. Pasalnya, aturan ini baru saja diberlakukan setahun yang lalu. "Perlu adanya semacam penelitian yang lebih lanjut dan juga pengawasan. Sehingga pemerintah dapat menemukan real cost, dan bisa menentukan biaya bulanan itu berapa," papar Abduhzen saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/9) sore.

Sejak disahkannya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sekolah negeri tingkat SMA memperbolehkan memungut biaya sumbangan operasional dengan beberapa kondisi. Namun ada tahapan yang harus dilalui dulu. Yakni, jika dana BOS tidak mencukupi, maka bisa menggunakan dana BOS daerah. Jika belum mencukupi juga, jalan terakhir barulah memungut biaya operasional dari murid. Namun, hanya murid dengan orang tua mampu saja yang diharuskan menyumbang.

Murid yang orang tuanya miskin, tetap diperbolehkan sekolah dengan biaya gratis. Lalu untuk tingkat SD dan SMP, ini benar-benar tidak boleh dipungut biaya sama sekali. "Sosialisasinya Permendikbud ini masih terus dilakukan oleh Kemendikbud, beserta perangkat daerah," katanya.

"Saya ingat Pak Muhadjir pernah bilang tahun ini boleh dipungut biaya, karena memang ada Permen yang dikeluarkan. Sebetulnya memang harus diawasi, karena hitung-hitungannya itu walaupun dana BOS kurang, pasti tidak kurang banyak," papar Abduhzen.

Jika memang kekurangan dana pendidikan, menurut dia, dana bantuan bukan hanya dari BOS. Belum lagi setiap tahun sekolah harus menetapkan uang masuk sebagai uang pembangunan, padahal membangun besar-besaran tidak dilakukan setiap tahun.

Kemudian untuk biaya operasional yang diminta setiap bulannya, tidak hanya siswa kelas satu. Namun siswa kelas dua dan tiga juga harus ikut membayar, walaupun ini belum tahu juga alasannya untuk apa. Ada yang menyebutkan untuk gaji guru honor, padahal guru honor ada dana lain.

"Intinya bagi saya, saya tetap tidak setuju kalau sekolah itu boleh menarik biaya. Apalagi SMA-SMA negeri yang unggulan, duh itu mahal-mahal," kata Abduhzen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement