REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Teh selama ini dikenal sebagai tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk membuat minuman yang menyegarkan dan menyehatkan. Tapi tak hanya itu, kini teh juga ternyata dapat digunakan untuk bahan baku paving block.
Adalah Ni Ketut Candra Puspita dan Nyoman Widiyantini, dua siswa SMA Negeri Bali Mandara, yang berhasil menemukan manfaat lain dari teh. Berawal dari kewajiban sekolah agar para siswanya pandai meneliti, kedua siswa ini mulai mencari apa saja yang dapat diolah dari teh.
Setelah melakukan berbagai riset, mereka akhirnya menemukan bahwa limbah ampas teh dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan paving block. "Ya jadi penelitian kita tentang paving block biokomposit yang kita ambil dari limbah ampas teh," ujar Widiyantini, saat ditemui Republika di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (12/10).
Penekanan pada produk paving block, kata Widiya, lantaran dua permasalahan yang ada di masyarakat. Antara lain saat ini kualitas paving blok menurun dan tidak sesuai dengan standar SNI. Dari situ, timbullah dalam benak keduanya untuk membuat paving block menggunakan teknik biokomposit.
Menurut Widiya, teknik baru dalam paving block ini memerlukan dua material seperti matriks (perekat) dan filler (bahan utama). Filler sebagai bahan utama harus mengandung karbon sedangkan matriks memiliki resin dan hardener. Bahan alam karbon sendiri salah satunya terkandung dalam ampas limbah teh.
"Jadi kita ambil limbah ampas teh, kita manfaatkan lalu kombinasikan dengan resin dan harderner supaya kita buat paving block dengan konsep biokomposit," kata dia.
Ni Ketut Candra Puspita menambahkan, pembuatan paving block memiliki komposisi 2:1. Dengan kata lain, bahan ampas teh harus lebih banyak daripada resin serta hardenernya. Menurut dia, teknik ini mampu menghasilkan paving block yang lebih ringan dan lebih kuat serta berdaya serap air rendah dibandingkan yang biasa.
Untuk memproduksi ini, Puspita mengatakan, hanya menggunakan alat manual seperti cetakan paving block pada umumnya. Dalam waktu dua jam, dia dapat menghasilkan setidaknya 20 paving block yang sebelumnya sudah diuji di Politeknik Negeri Bali (PNB).
Dari semua langkah pembuatan, Pwaktu penjemuran di bawah matahari yang harus membuatnya mengambil waktu seharian. "Kendalanya cuma di teknologi manual yang kita pakai dan waktu berjemur yang hampir seharian," ujar dia.
Untuk menciptakan produk ini, mereka hanya menghabiskan uang sekitar Rp 140 ribu. Hal ini karena bahan-bahan yang dipakai cukup sederhana dan murah. "Kalau dijual satu paving block yang beratnya 150 gram ini sekitar Rp 5.000. Ini jauh lebih murah dan ringan juga," jelasnya.
Meski sudah berhasil menciptakan sebuah inovasi baru, Puspita mengatakan, timnya masih ingin memperbaharui temuan tersebut. Ia berharap produknya dapat dikembangkan ke rumah tahan gempa dan bata-bata beraroma.