REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sekolah itu mengusung kredo “Sekolah Para Juara” untuk unit SD Islam Terpadu (IT), dan “Sekolah Calon Pemimpin” untuk unit SMPIT dan SMAIT. Itulah Sekolah Insantama yang pusatnya berlokasi di Bogor, Jawa Barat.
Sekolah Insantama (Islamic Full Day School dan Islamic Boarding School) didirikan pada 16 Juni 2001. “Pendirian sekolah ini bermula dari kegundahan sejumlah orang tua yang ingin memasukkan anak mereka ke SD, namun mereka menilai SDN yang ada masih kurang bagus, terutama dalam pengajaran dan pendidikan agama Islam,” kata Direktur Coaching Students Insantama Muhammad Karebet Widjajakusuma saat berbincang dengan Republika.co.id di kampus Sekolah Insantama Bogor, Jawa Barat, Jumat (22/9).
Akhirnya mereka sepakat perlunya didirikan sekolah yang sesuai harapan orang tua. Maka dibentuklah Yayasan Insantama Cendekia. Sekolah pertama yang didirikan adalah SDIT Insantama. “Angkatan pertama, jumlah muridnya 18 orang. Gurunya dua orang, keduanya alumni IPB. Kini guru-guru Sekolah Insantama berasal dari beberapa kampus ternama di Indonesia,” tutur Karebet.
Ketika angkatan pertama itu sudah kelas 5, menjelang kelas 6, banyak orang tua yang datang ke yayasan. Mereka minta agar yayasan juga membuka jenjang SMP. “Maka didirikanlah SMPIT Insantama. Murid-murid angkatan pertama SMPIT Insantama adalah lulusan SDIT Insantama dan sejumlah murid dari lulusan SD lainnya,” ujarnya.
Hal yang sama berulang saat murid-murid SMPIT Insantama angkatan pertama sudah kelas II menjelang kelas III. Para orang tua minta agar yayasan membuka jenjang SMA. “Maka yayasan membuka SMAIT Insantama. Murid-muridnya yang utama adalah lulusan SMPIT Insantama, ditambah lulusan dari SMP lainnya,” tuturnya.
Karebet menjelaskan, Sekolah Insantama mempunyai visi-misi terwujudnya siswa yang mantap berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam dan sains teknologi hingga dapat diterima di perguruan tinggi terkemuka di dalam dan luar negeri. Sampai saat ini Insantama sudah mempunyai 15 cabang SD dan tiga cabang SD di berbagai kota di Indonesia.
Apa yang membedakan Insantama dengan sekolah lain? Hal pertama adalah kredo yang diusung sekolah ini. SDIT Insantama mengusung tagline “Sekolah Para Juara”. “Kami meyakini bahwa semua siswa di SDIT Insantama adalah anak-anak hebat dan berbakat. Mereka mampu menjadi juara di bidangnya masing-masing,” ujar Karebet.
Sedangkan SMPIT dan SMAIT mengusung kredo “Sekolah Calon Pemimpin”. “Semua siswa SMPIT dan SMAIT Insantama adalah calon pemimpin bangsa dan agama Islam pada masa depan. Mereka harus yakin itu. Karena itu, di Insantama mereka betul-betul disiapkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh, antara lain melalui kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK),” tuturnya.
Di jenjang SMP, LDK 1 lebih kepada training motivaksi (motivasi dan aksi), sedangkan LDK II menggugah siswa agar mempunyai mimpi-mimpi besar. Mereka juga diajari membulatkan tekad: mau masuk SMA mana?
Di jenjang SMA, LDK 1 melatih para siswa untuk membulatkan tekadnya: mau jadi alumni Sekolah Insantama yang seperti apa; mau masuk perguruan tinggi mana, baik di dalam negeri maupun luar negeri; dan mau menaklukkan negara mana?
Sedangkan LDK 2 terutama melatih diri untuk memutus rantai mental yang membelenggu seseorang untuk mencapai mimpi-mimpi besarnya. Siswa dibekali praktik menghancurkan Rantai Gajah dan membangun nilai-nilai Insantama (sistem beregu, kepemimpinan, kedisipilinan dan lain-lain). “Melalui LDK 2 ini, para bisa membuktikan bahwa mereka bisa menaklukkan tantangan seberat apa pun. Bahwa mimpi-mimpi besar itu bisa diwujudkan,” ujarnya.
Salah satu bagian dari LDK tersebut pada Agustus 2017 adalah perjalanan panjang (long march) sejauh 50 km bagi siswa SMP, menaklukkan kota Bogor. Sedangkan bagi siswa SMA, perjalanan panjang ke Cianjur dengan rute 50 km diantar mobil, 60 km berjalan kaki. “Ini merupakan cara melatih siswa untuk memutus mata rantai tidak mungkin dalam mengejar cita-cita besar mereka. Kami selalu menekankan kepada para siswa, bahwa hasil tidak pernah mengkhianati proses, maka nikmati saja prosesnya. Mengeluh menjauhkan mimpi dari kenyataan,” paparnya.
Karebet mengemukakan, sejak awal Sekolah Insantama diarahkan menjadi sekolah dengan ruh Islam yang kental. Karena itu, sejak awal para siswa diajarkan dan dididik untuk melakukan pembiasaan-pembiasaan dalam beribadah. Misalnya, tidak boleh meninggalkan shalat Dhuha dan Tahajud. Lalu, puasa Senin-Kamis. Untuk siswa SD, puasa Senin-Kamis ini sifatnya anjuran, Namun siswa SMP dan SMA, ibadah puasa sunnah ini tidak boleh ditinggalkan.
Selain itu, tadarus Quran dan belajar tahfizh Quran. “Kami menargetkan para siswa Sekolah Insantama, lulus SD hapal minimal 2,5 juz, lulus SMP tambah 2,5 juz lagi, dan lulus SMA tambah tiga juz. Lulus SM diharapkan hapal minimal 8 juz. Bahkan, ada siswa yang sudah hapal 30 juz,” ungkapnya.
Insantama menerapkan sistem full day school untuk jenjang SD. Sedangkan untuk jenjang SMP, ada yang boarding, ada yang full day school. Sementara untuk SMA, wajib boarding. “Untuk siswa yang boarding, kegiatan belajar dan lain-lain dimulai dari pukul 03.00 sampai pukul 22.00. Kegiatannya termasuk Tahajud, shalat fardhu berjamaah, kultum, dan tadarus.
LDK 1 dan LDK 2 diperuntukkan bagi kelas 10. Adapun siswa kelas 11 mengikuti Latihan Kepemimpinan dan Manajemen tingkat Menengah (LKMM) ‘Problem Solving Masyarakat Desa”. Lalu, kelas 12 mengikuti CEO Smention dan Latihan Kepemimpinan dan Manajemen tingkat Akhir (LKMA) “Go To Abroad” dan “Pesantren Wisuda”. “Para alumni mengantongi Syarat Kelulusan Umum dan Syarat Kelulusan Khusus,” ujarnya.
Terkait LKMA “Go To Abroad”, setiap tahun, siswa kelas 12 SMAIT melakukan kegiatan training ke luar negeri. Hal itu dilaksanakan pada saat mereka duduk di semester V. Yang menarik dana untuk kegiatan tersebut tidak boleh meminta kepada orang tua. Para siswa harus mengumpulkan dana mandiri untuk melaksanakan kegiatan tersebut. “Kegiatan fund raising mandiri itu mulai kelas 10, semester I sampai kelas 11, semester II.
Lulusan SMAIT Insantama diterima di berbagai PTN terkemuka, seperti IPB, UI, Unsoed, ITB dan Unibraw. “Hingga saat ini lebih 60 persen lulusan SMA Insantama diterima di PTN,” papar Karebet Widjajakusuma.