REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Setelah beberapa kali menggelar pelatihan (workshop) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya, kali ini Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) berusaha melebarkan sayapnya. Pelatihan serupa akhir pekan lalu digelar di wilayah Banten, tepatnya di Serang dan Tangerang Selatan.
Di Serang, Sabtu (14/10), GSM datang atas undangan UPI Kampus Serang pada acara Seminar Nasional Pendidikan Dasar dan Anak Usia Dini (Semnas Pendasaud) ke-3. Seminar dengan tema 'Sekolah Ramah Anak' itu merupakan seminar tahunan ketiga setelah tahun 2015 dan 2016 lalu.
Dalam kesempatan itu, pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan sekolah ramah anak adalah sekolah yang memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan anak-anak. "Anak kita lahir dan hidup di era digital dimana informasi mudah diperoleh dan diakses kapan saja dan dari mana saja. Berbeda dengan kita yang lahir beberapa puluh tahun lalu mengalami sistem pendidikan yang dijalankan dengan nilai-nilai utama kesamaan atau conformity dan standardisasi, seperti sistem pabrik di abad pertengahan," ujar Rizal kepada Republika, Ahad (15/10).
Oleh karena itu, lanjut Rizal, tentu tidak tepat jika anak-anak yang dikenal sebagai digital native memperoleh sistem pendidikan saat ini yang dirancang dengan asumsi-asumsi pada masa lalu, yang tak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Sebagai anak milenial, ujar Rizal, mereka terbiasa memperoleh multi-stimulan (kinestetik, audio visual, fisik, animasi, dll) sehingga sulit fokus atau menyenangi model pendidikan yang dijalankan dengan sistem kelas konvensional, guru yang mengajar secara membosankan, kurikulum yang memberatkan, hingga penilaian belajar yang seragam (tidak inovatif).
Paradigma pendidikan untuk sekolah ramah anak di era digital harus menekankan pada aspek kreativitas, berpikir kritis hingga kemampuan untuk memecahkan masalah nyata dengan beragam pendekatan atau solusi. "Mengapa? Karena saat ini informasi luber melimpah ruah dan mudah diakses sehingga yang diperlukan oleh anak adalah kemampuan untuk melihat banyak kemungkinan jawaban, tidak linear seperti pabrik," katanya.
Sehari sebelumnya, Jumat (13/10) di Tangerang Selatan, tim GSM datang atas undangan dari LSM Rumah Pintar BSD untuk menyosialisasikan programnya di hadapan para guru dari sebanyak 26 SMP negeri dan swasta di wilayah Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya. "Tujuan dari kegiatan ini agar GSM bisa memperluas konsepnya ke sekolah-sekolah di ibu kota sekaligus mengukur tingkat penerimaan konsep baru tersebut ke sekolah-sekolah dengan karakteristik dan budaya yang berbeda dengan Yogyakarta," ujar Rizal.
Hasilnya, guru-guru tersebut mengaku antusias mengikuti pelatihan tersebut. "Mereka bahkan ingin mengaplikasikan konsep GSM ke sekolah-sekolah mereka dan siap untuk menjadi pilot project GSM," kata Rizal yang merupakan dosen UGM itu.
Hal itu, kata dia, juga terjadi di Serang dimana para peserta yang terdiri dari para dosen dan mahasiswa menjadi ingin belajar langsung bagaimana membuat perubahan pengajaran dan revolusi tata ruang kelas yang dapat mengubah perilaku anak-anak.
"Mereka juga ingin belajar bagaimana GSM dapat memfasilitasi jejaring guru melalui media digital, kemudian bagaimana antar guru dapat saling menguatkan, berkoolaborasi menjadi satu tim, bukannya berkompetisi satu sama lain yang selama ini terjadi," katanya.
Iche Sitompoel dari Rumah Pintar BSD mengaku terkesan dengan GSM dan bertekad untuk membawa GSM ke CSR Sinar Mas Land, Wali Kota Tangsel, serta Kabupaten Tangerang untuk memperluas sosialisasi GSM sebagai konsep sekolah masa depan yang mengedepankan aspek pendidikan karakter, pendidikan abad ke-21, dan kemampuan metakognisi atau revolusi cara berpikir. "Karena anak-anak kita berhak memperoleh pendidikan yang menyenangkan dan memanusiakan," ujarnya yang merupakan CSR bidang pendidikan di Sinar Mas Land ini.
Digagas pada tahun 2013 silam, saat ini GSM sudah memiliki puluhan sekolah jejaring di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Konsep dari GSM adalah ingin membawakan konsep yang dibawa bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara secara modern dan milenial.