Sabtu 18 Nov 2017 20:30 WIB

'Ada Daerah Sediakan Anggaran Pendidikan di Bawah 20 Persen'

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Nidia Zuraya
Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 2013, anggaran pendidikan mendapatkan persentase sebesar 20 persen dari total belanja negara
Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 2013, anggaran pendidikan mendapatkan persentase sebesar 20 persen dari total belanja negara

REPUBLIKA.CO.ID, BATU -- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyebut masih ada daerah yang menyediakan anggaran pendidikan di bawah 20 persen. Padahal anggaran pendidikan menurut ketentuan UUD NRI Tahun 1945 mininal 20 persen dari APBN atau APBD.

Meski ada aturan itu, anggota MPR Fraksi Partai Golkar Deding Ishak mengaku pernah menemukan bukti terdapat daerah yang anggaran pendidikan jauh di bawah ketentuan. Bahkan, anggaran pendidikan daerah dimaksud hanya tujuh persen dari APBD.

"Ini sangat memprihatinkan, karena ini menunjukkan bahwa rendahnya visi kita terkait soal yang sangat fundamental untuk sebuah daerah yang ingin maju," kata Deding di Batu, Sabtu (18/11).

Deding menjelaskan, Indonesia sebenarnya sangat potensial di bidang sumber daya alam. Namun tertinggal jauh karena dianggap tidak mampu mengolah sumber daya alam secara mandiri. Kemudian semakin diperparah dengan terbatasnya sumber daya manusia akibat pendidikan yang rendah.

Untuk mengejar ketertinggalan itu, Deding menilai, Indonesia harus melakukan lompatan yang luar biasa. "Maunya bukan 100 persen, tapi 1.000 persen dan itu penting untuk daerah," ungkap Deding menggambarkan betapa jauh tertinggalnya Indonesia di bidang pendidikan.

Selain itu, Deding juga menyatakan, salah satu faktor utama penyebab kemiskinan itu karena terlalu rendahnya pendidikan. Hal ini akan berbeda apabila terdapat pengetahuan dan ketrampilan sehingga akan muncul wirausaha baru. Dari sini, dia meyakini dengan sendirinya kemiskinan akan ikut turun.

Deding menegaskan, Indonesia sudah seharusnya menyiapkan masyarakat yang terdidik, terlatih dan kelas menengah. Sebab, dalam kondisi demikian Indonesia sebenarnya tidak lagi memprioritas pendidikan untuk menjadi pekerja.

Namun, dia melanjutkan, untuk menjadikan masyarakat mandiri dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk mencapai itu, pemerintah daerah jelas harus benar-benar memperhatikan anggaran pendidikan.

Terlebih lagi bagi daerah yang menyediakan anggaran pendidikan di bawah 20 persen itu harus segera evaluasi. Evaluasi ini perlu dilakukan, baik dari rakyatnya, DPRD maupun pemerintah pusat melalui Kemendagri.

"Dan kalau memang betul terjadi pelanggaran terhadap UUD NRI Tahun 1945, ya harus diberi sanksi, baik sanki moral maupun sanksi politik. Sanksi politiknya jangan dipilih lagi," ujar Deding.

Deding juga mengaku tidak ingin lagi mendengar anggaran pendidikan di daerah digunakan untuk membangun infrastruktur atau lainnya. Hal ini karena anggaran infrastruktur sebenaranya sudah dibantu oleh pusat.

Apalagi dia sempat melihat terdapat kepala daerah yang menyediakan anggaran pendidikan jauh di atas 20 persen, tapi tetap mampu menyediakan bus sekolah.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement