REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, mengatakan sekolah menyenangkan tidak hanya bisa diterapkan di sekolah swasta yang mahal tetapi juga sekolah negeri.
"Sekolah menyenangkan bisa diterapkan di semua sekolah karena konsepnya pendidikan untuk semua," ujar Rizal di Jakarta, Selasa (21/11).
Uniknya, gerakan sekolah ini menyasar sekolah-sekolah negeri di pelosok yang bertempat di pinggiran perkotaan, atau desa serta sekolah-sekolah yang berisi anak-anak dari keluarga miskin atau kalangan marjinal. Konsep GSM yang menekankan ekosistem belajar melalui penciptaan lingkungan yang positif dan etis, interaksi yang hangat dan partisipatif, pembelajaran yang relevan dan menantang serta suasana yang membuat anak merdeka untuk bereksplorasi dan bermimpi tinggi.
Pada praktiknya, di sekolah tidak ada lagi yang namanya ulangan ataupun ujian. "Di negara maju, pekerjaan rumah dilarang diberikan pada hari Jumat, karena Sabtu dan Minggu adalah hari keluarga."
Menurut dia, GSM itu bukanlah sesuatu yang mewah, namun sekolah ramah anak yang diterapkan di keseharian. Sekolah masa depan, lanjut dia, yakni sekolah menyenangkan, yang memberi ruang tumbuhnya keunikan potensi setiap anak.
Kemudian sekolah yang membangun tiga aspek dasar keterampilan manusia untuk hidup di era digital yakni pola pikir yang terbuka, kompetensi abad 21 (berpikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif, pemecahan masalah) serta karakter moral dan etos kerja.
Saat ini, GSM tersebut diterapkan di 30 sekolah model di daerah sleman, Yogya, Gunungkidul, Kulonprogo, Semarang, Temanggung, Salatiga dan Rembang. "Pada tahun ini, GSM mulai mengimbas ke 40 SD di Sleman, 40 SD di Kulonprogo, 65 SMP di Kulonprogo, 90 Madrasah Diniyah di Gunungkidul, Dinas pendidikan Natuna dan Pontianak," papar dosen teknik elektro Universitas Gadjah Mada itu.