Kamis 30 Nov 2017 20:37 WIB

Gerakan Sekolah Menyenangkan Dorong Perubahan Pola Pikir

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal, saat menjadi pembicara dalam talkshow Pendidikan Masa Depan di Era Digital yang digelar Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (28/11).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal, saat menjadi pembicara dalam talkshow Pendidikan Masa Depan di Era Digital yang digelar Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal, jadi salah satu pembicara dalam talkshow Pendidikan Masa Depan di Era Digital yang digelar Perpustakaan Universitas Gadjah Mada. Dalam paparannya, ia menekankan betul pentingnya perubahan pola pikir dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia.

"Sebab, siapa saja yang tidak mau berubah dia akan punah," kata Rizal, Selasa (28/11).

Ia mengatakan, salah satu langkah yang bisa dilakukan tentu peningkatan mutu, yang sasarannya untuk semua orang, terutama bagi orang-orang miskin. Pasalnya, pendidikan merupakan hak setiap warga negara, dan lembaga-lembaga pendidikan tidak seharusnya mengedepankan kapitalisi di atas segalanya.

Rizal mengungkapkan, kondisi itu pula yang selama ini membuatnya menolak tawaran dari luar negeri yang menginginkan dirinya membangun sekolah baru. Sebab, tentu akan jadi hampa bila Rizal yang selama ini menekankan betul penolakan terhadap sistem kapitalis, tapi malah melakukannya.

"Mungkin kalau saya menerimanya saya akan kaya raya, tapi seperti apa jika saya menolak sistem kapitalis eh malah melakukannya," ujar Rizal.

Dalam pembelajaran, ia menekankan, Gerakan Sekolah Menyenangkan memanfaatkan media sosial, termasuk untuk pendampingan sekolah-sekolah sekalipun. Rizal merasa, sudah saatnya kemajuan teknologi yang diberikan media sosial mampu dimanfaatkan untuk lebih banyak memberikan manfaat.

"Sebab, perubahan utama yang ada dalam sekolah masa depan tidak lain perubahan mindset, pola pikir, dan saya rasa bukan masa depan, lima tahun lagi seperti itu," kata Rizal.

Rizal mengingatkan, jangan sampai orang-orang Indonesia yang hendak menghadapi abad 21, malah berkembang dengan sistem abad 20 ditambah pola pikir abad 19. Semisal, sistem pendidikan Ujian Nasional selayaknya pengawas kualitas di buruh pabrik, yang disayangkan masih terjadi di Indonesia

Untuk itu, ia menegaskan, revolusi memang harus terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia, yang salah satunya telah terjadi yaitu revolusi digital (informasi). Jauh dibandingkan masa-masa 90-an, sekarang semua orang sudah bisa mengakses informasi secara mudah dan interaktif.

"Jika sudah begitu, kita akan kasmaran terhadap informasi," ujar Rizal.

Meski begitu, saat ini Indonesia memang belum terlalu siap menghadapi perubahan itu, terlihat dari sistem pendidikan yang ada di perguruan-perguruan tinggi unggulan sekalipun. Bahkan, kampus-kampus terbaik di Indonesia seperti UGM, UI atau ITB, dalam peringkat terbaik dunia masih berada di peringat ratusan.

Belum lagi, pola pikir pembelajaran yang dirasa masih tertinggal, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan luar sudah mempelajari metakognisi. Artinya, saat pengajar-pengajar maupun sistem pembelajaran di Indonesia masih berkutat di tes dan batasan angka, mereka sudah belajar caranya mempelajari pelajaran.

"Metakognisi ini, dapat membuat kita mengolah setiap informasi yang masuk, sehingga setiap kita mampu membangun pola pikir agar lubernya informasi ini bisa lebih bermanfaat," kata Rizal. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement