Selasa 05 Dec 2017 05:37 WIB

Rektor PTN Terbelah Soal Pengurangan Mahasiswa

Rep: Issha Harruma, Wahyu Suryana/ Red: Elba Damhuri
Calon mahasiswa mengikuti tes pada Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri Computer Basic Test (SMBPTN-CBT) di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (31/5).(Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Calon mahasiswa mengikuti tes pada Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri Computer Basic Test (SMBPTN-CBT) di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (31/5).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN – Sejumlah rektor perguruan tinggi negeri (PTN) berbeda pendapat soal rencana pengurangan kuota penerimaan mahasiswa baru (maba) untuk PTN. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Runtung Sitepu, tegas menyampaikan ketidaksetujuannya dengan rencana pengurangan kuota penerimaan maba tersebut. Dia menilai, rencana itu justru akan menyulitkan masyarakat.

Menurut Runtung, rencana pemerintah berbanding terbalik dengan keinginan masyarakat yang menghendaki kuota penerimaan maba PTN diperbanyak. “Masyarakat luas berharap masuk PTN karena banyak keringanan. Berbagai macam beasiswa ditawarkan, termasuk Bidik Misi, banyak fasilitasnya kalau (berkuliah) di PTN,” kata Runtung kepada Republika di Medan, Sumatra Utara, Senin (4/12).

Runtung melanjutkan, pada tahun ini, ada 7.450 maba yang diterima USU melalui tiga jalur penerimaan. Sebanyak 30 persen diterima melalui SNMPTN, 40 persen dari SBMPTN, dan 30 pesen dari jalur mandiri. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan penerimaan maba pada 2016 lalu, yakni 7.150 orang.

“Dengan sarana prasarana, jumlah fakultas, program studi di USU, 7.450 itu termasuk sedikit sebetulnya,” kata dia.

Menurut dia, USU menempati urutan keempat di Indonesia sebagai PTN dengan peminat terbanyak di jalur undangan atau SNMPTN. Namun, USU hanya menerima 30 persen dari daya tampung 7.450 maba atau sekitar 2.300 orang.

“Untuk SBMPTN, jumlah yang memilih USU tidak kurang dari 35 ribu dan yang kami terima hanya 40 persen dari daya tampung. Jadi, sekitar 3.000. Tidak sampai 10 persen dari yang daftar. Nah, 32 ribu lagi ke mana? Jadi, penerimaan maba PTN tidak pernah mengurangi jatah ke PTS,” ujar dia.

Menurut Runtung, hal yang terpenting dalam menjaga kualitas PTN adalah memperhatikan rasio ideal antara dosen dan mahasiswa serta ketersediaan sarana prasarana. Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan PTN dalam menerima maba. “Tapi, kalau itu masih mencukupi, masyarakat justru membutuhkan peningkatan penerimaan mahasiswa di PTN,” ujar dia.

Meski demikian, Runtung menegaskan, sebagai PTN berbadan hukum, USU tidak akan bertentangan dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Namun, dia berharap, pemerintah akan mengkaji secara mendalam rencana pembatasan kuota maba bagi PTN tersebut.

Berbeda dengan Runtung, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Panut Mulyono, setuju dengan rencana pengurangan kuota penerimaan maba PTN. Sebab, menurut Panut, hal itu bertujuan sebagai jaminan untuk kualitas lulusan. Apalagi, sudah ada aturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tentang rasio maba PTN.

“Sehingga, ada garansi proses belajar mengajar berjalannya baik dan lulusannya baik, jadi pembatasan saya sepakat saja dengan tujuan agar kualitas lulusan baik,” kata Panut kepada Republika, di Yogyakarta, Senin (4/12).

UGM, Panut melanjutkan, tetap menggunakan rasio jumlah dosen dengan mahasiswa sesuai aturan BAN-PT. Karena itu, dia menilai, dari sisi dosen, pengurangan mahasiswa PTN tentu akan membuat mereka senang karena tugas mengajarnya bisa batas minimum. Waktu yang ada bisa diisi dengan melakukan penelitian dan menulis buku.

Meski demikian, dari sisi nasional, kebutuhan negara terhadap lulusan berkualitas akan makin tak terpenuhi. Sebab, perguruan tinggi yang mampu menghasilkan lulusan baik hanya memiliki jumlah mahasiswa yang sedikit. Padahal, PTN mempunyai tugas untuk menjaga kualitas lulusan perguruan tinggi.

Untuk itu, dia menekankan, tidak boleh ada alasan bagi perguruan tinggi memperbanyak penerimaan mahasiswa untuk memperbanyak pemasukan. Panut pun mengajak agar perguruan tinggi-perguruan tinggi mengukur jumlah mahasiswa yang diterima dari kemampuan.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Intan Ahmad, menegaskan, selama ini sudah ada kebijakan mengenai kuota maba yang masuk ke PTN.

“Misalnya, 20 persen mahasiswa baru harus dari golongan tidak mampu secara ekonomi, kemudian kuota jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) minimal 30 persen, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) minimal 30 persen, dan seleksi mandiri maksimal 30 persen,” katanya.

Rencana pengurangan kuota penerimaan maba di PTN bermula dari acara Rembuk Nasional Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) di Jakarta, pekan lalu. Ketua Umum Aptisi, Budi Djatmiko, meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pemerintah mengurangi jumlah penerimaan maba di PTN.

Menurut Budi, PTN cukup menerima 3.000 sampai 3.500 mahasiswa strata satu (S-1) dalam negeri setiap tahunnya agar lebih fokus mengelola mahasiswa strata dua (S-2) dan strata tiga (S-3) untuk menjadi perguruan tinggi riset.

“Dengan mengelola mahasiswa S-1 yang lebih sedikit, maka PTN akan jauh lebih siap menghadapi world class university,” katanya.

Pendapat Budi pun disepakati oleh Jokowi yang hadir pada acara tersebut dan langsung meminta Menristekdikti, Muhammad Nasir, agar membatasi penerimaan maba PTN dalam waktu secepatnya.n rr laeny sulistyawati/gumanti awaliyah ed: eh ismail

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement