REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, fungsi pemeriksaan dan penyeleksian pembuatan soal-soal ujian di berbagai daerah di Indonesia masih sangat rendah. Hal itu tercermin, dari maraknya soal-soal yang tidak tepat sasaran, maupun bermuatan pornografi, politik, dan berbau suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).
"Maka dari itu saya tegaskan, soal-soal itu harus benar-benar dilihat, diperiksa dengan teliti," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) FSGI Fahriza Marta Tanjung kepada Republika.co.id, Kamis (11/1).
Karena itu, dia menekankan, agar para pembuat soal tidak terburu-buru dan harus mempersiapkan soal tersebut dengan yang matang. Selain itu, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam memproduksi soal pun harus lebih diperjelas. Seperti, siapa atau pihak mana yang akan bertanggungjawab atas soal-soal tersebut.
"Jadi jangan sampai kalau ada soal yang berbau sara, atau berkonten pornografi yang disalahkan ujung-ujungnya guru. Padahal kan pemerintah daerah juga ikut terlibat dalam pengawasan," kata Fahriza.
USBN SD? Ini 3 Hal yang Pemerintah Perlu Perhatikan
Sementara itu, Fahriza juga menyayangkan, karena hingga kini tidak ada sanksi yang jelas dan tegas setiap muncul permasalahan soal yang berbau sara atau lainnya di setiap ujian. Kendornya aturan dan sanksi dari pemerintah tersebut dinilai menjadi pemicu utama, munculnya kasus soal-soal serupa di kemudian hari.
"Saya gak pernah mendengar para membuat soal itu sanksi yang diberikan pada mereka dalam bentuk apa. Selama ini tidak selalu jelas, jadi ya tidak ada efek jera," kata Fahriza.
Karenanya dia berharap pada tahun 2018 ini, tidak akan lagi ditemukan soal-soal pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di semua jenjang pendidikan yang berbau politik, pornografi dan SARA. Terlebih, untuk USBN tahun ini porsi pembuatan soal akan lebih besar dikerjakan guru dan MGMP setempat. Karena itu dia meminta agar pemerintah kota/ kabupaten hingga provinsi benar-benar menyeleksi soal mana yang pantas diujikan maupun tidak.