REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), membuat aturan atau sanksi yang jelas dan tegas dalam menekan kemunculan soal-soal ujian yang bermuatan politis, pornografi juga berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Aturan maupun sanksi tersebut, mesti disosialisasikan sebelum proses pembuatan soal diberbagai daerah dimulai.
"Bayangkan saja, saya seringkali menemukan soal ujian untuk SD, tapi yang dibahas adalah hubungan suami istri atau tentang hal yang sifatnya dewasa. Maka dari itu perlu ada payung hukum yang jelas," kata Ketua IGI Muhammad Ramli Rahim kepada Republika.co.id, Kamis (11/1).
Menurut dia, sanksi yang dibuat pun harus hukuman yang fair dan adil bagi guru pembuat soal tersebut. Umpamanya, dengan memberikan skors selama tiga tahun untuk tidak membuat soal lagi, atau lainnya.
Pengawasan Pembuatan Soal Ujian Dinilai Masih Rendah
Selain itu, dia menilai, munculnya soal-soal ujian tersebut mencerminkan rendahnya kompetensi sosial, profesional, dan kepribadian guru dalam memproduksi soal. Sehingga sering kali, soal-soal tersebut menjadi sangat tidak elok karena dihubungkan dengan isu-isu politik, pornografi dan SARA.
Karena itu, dia menegasakan, perlu ada peringatan dan peningkatan kualitas guru dalam beberapa aspek di atas. Terlebih saat ini disebut juga sebagai tahun politik.
"Boleh saja misal dalam satu soal menyebut nama atau partai politik, tapi tidak bisa sebut hanya satu nama saja. Yang lain juga harus disebut," kata Ramli.
Ramli berharap, pada tahun 2018 ini, tidak akan lagi ditemukan soal-soal pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di semua jenjang pendidikan yang berbau politik, pornografi dan SARA. Terlebih, untuk USBN tahun ini porsi pembuatan soal akan lebih besar dikerjakan guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG) setempat.