REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir menyebutkan, indeks daya saing Indonesia menurut Global Competiveness Index (GCI) 2017-2018 berada di ranking ke 36 dari 137 negara. Karenanya, pembangunan infrastruktur, peningkatan inflasi, dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
"Pembangunan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban bangsa," kata Nasir melalui siaran pers kepada Republika.co.id, Jumat (19/1).
Nasir juga mengatakan, perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia keempat. Teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Perkembangan internet dan teknologi digital yang masif menjadi era baru dari revolusi industri ini.
Selain itu, lanjut Nasir, era ini juga akan mendisrupsi banyak aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang Iptek dan pendidikan tinggi. Dia mengumpamakan, model perkuliahan yang biasanya lebih banyak tatap muka digeser menjadi online dengan memanfaatkan teknologi komputer dan telekomunikasi.
"Sehingga Iptek dan Pendidikan Tinggi harus dalam daya saing yang baik. Bila ingin menjadi universitas kelas dunia, tidak perlu harus besar dulu, bahkan kita bisa mulai dari yang kecil," tegas Nasir.
Dia menerangkan, ada tiga perkara yang harus dikuasai oleh mahasiswa semua program studi yang ada di Indonesia yaitu menguasai Bahasa Inggris, Coding atau pemograman dan mentoring. Dengan begitu akan mampu meningkatkan akses relevansi dan mutu pendidikan tinggi untuk menghasilkan SDM yang berkualitas.