Ahad 04 Feb 2018 07:44 WIB

Kekerasan di Dunia Pendidikan Terjadi karena Disharmonisasi

Akar penyebab kekerasan itu berbeda-beda di tiap sekolah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
pelajar dihukum karena terlibat aksi kekerasan (ilustrasi)
Foto: antara
pelajar dihukum karena terlibat aksi kekerasan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penganiayaan dan kekerasan di dunia pendidikan Indonesia kembali terjadi. Pengamat pendidikan Doni Koesuma mengatakan kejadian ini harusnya dijadikan titik evaluasi. "Pertama itu (penganiayaan, Red) memang situasi yang memprihatinkan yang sebenarnya tidak boleh terjadi di dunia pendidikan kita. Ini kemudian menjadi titik bagi kita untuk mengevaluasi mengapa kekerasan selalu muncul dalam dunia pendidikan," ujar Doni saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (4/2).

Doni menyatakan, tindakan kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan memiliki banyak faktor. Jika diperhatikan lebih jauh maka akar penyebab kekerasan itu berbeda-beda di tiap sekolah. Meski pemicunya berbeda, dia yakin alasan utamanya adalah karena tidak adanya harmonisasi. Disharmonisasi ini terjadi pada tiga elemen penting lingkungan pendidikan yaitu, sekolah, keluarga, dan lingkungan.

Dalam proses pengajaran, Dony menjelaskan, di dalam kelas contohnya adalah bagaimana agar menciptakan kondisi yang ramah dalam bermoral. Jika pengajaran dalam kelas ramah moral, siswa-siswi disebut tidak akan ada rasa dihina atau dilecehkan baik oleh guru maupun teman-temannya.

"Terkadang guru kita tidak paham arti kekerasan. Jadi menganggap hal yang sepele itu tidak apa-apa, padahal mungkin bagi anak-anak sudah dianggap sebagai kekerasan yang merendahkan martabatnya," lanjutnya.

Untuk hal ini, dia mengatakan, setiap guru harus memiliki konsep yang sama. Kemudian jika masih ada siswa yang bertingkah laku kurang ajar bisa didisiplinkan. Doni menyatakan sekolah juga harus punya aturan atau sanksi jelas tentang apa yang dilakukan dan penanganannya jika ada siswa yang bertingkah di luar batas.

Tahapan di atas merupakan tahap pertama yang perlu dilakukan di sekolah. Namun Doni menganggap jika sekolah memiliki tahapan penanganan yang lebih bagus maka aturan atau sanksi tidak diperlukan.

Yang terakhir jika anak masih belum bisa patuh maka tinggal menyerahkan dan memberi kebebasan pada yang berwenang di sekolah. Hal ini dirasa adalah inti dari pencegahan kekerasan di sekolah, namun masih belum tumbuh di dunia pendidikan kita.

Selanjutnya, Doni mengatakan, untuk masalah kekerasan yang terjadi di sekolah, pihak keluarga sudah tentu harus dilibatkan. Pihak sekolah dan keluarga harus duduk bersama untuk membahasnya. Ketika ada laporan kekerasan semua pihak baik guru maupun kepala sekolah harus merespon dengan cepat.

"Intinya ada disharmonisasi dari tiga pelaku utama pendidikan dalam kualitas pendidikan kita. Dari pihak sekolah baik guru atau kepala sekolah, kemudian orang tua dan masyarakat," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement