REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Baru-baru ini terjadi satu kejadian memilukan saat seorang murid melakukan pemukulan kepada seorang guru yang akhirnya merenggut nyawa sang guru. Sistem pendidikan menjadi salah satu faktor kuat yang dinilai mengakibatkan ini bisa terjadi.
Tentu banyak aspek yang harus dilihat dari kejadian ini. Dari aspek psikologi misalkan, efek otak remaja memang membutuhkan satu eksistensi diri.
Khususnya, dari satu bagian korteks yang memang membutuhkan efek-efek eksistensi dan kebahagiaan. Bila itu tidak didapatkan di sekolah, anak-anak tentu tidak memiliki ruang untuk membangun emosi secara seimbang.
Menurut pengamat pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Nur Rizal, hal itu dikarenakan anak-anak membutuhkan luapan, dan bila ketidakhadiran ruang itu di rumah sama seperti di sekolah, tuntutan itu semakin menguat. Baik dari sekolah, rumah dan mungkin masyarakat.
"Karena masyarakat itu hanya melihat mereka yang nilainya tinggi, sehingga anak ini merasa tidak punya eksistensi dan benefit kepada lingkungan sekitar, anak kemudian lari mencari aspek kebahagiaan itu," kata Rizal saat dihubungi Republika, Senin (5/2).