REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) Jusuf Kalla memastikan pemerintah akan mengangkat guru honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun ini. Pernyataannya di ajang Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 di Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu, bukan lagi janji.
"Saya sudah bicara dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang rencana pengangkatan guru honorer ini. Sekarang, Indonesia sedang mengalami kekurangan guru. Untuk itu, saya juga bicarakan kepada pa Presiden dan Presiden sudah setuju untuk mengangkat guru (honorer) yang puluhan ribu itu, kita angkat, tidak menjadi soal," ujar Wapres, Rabu (7/2).
Mendengar kabar tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengakui gembira dan menyambut baik rencana pemerintah yang akan merealisasikan guru honorer menjadi PNS. "Saya senang sekali, dan sangat menyambut baik. Saya sampaikan apresiasi kepada pemerintah atas komitmen ini. Sudah lama ditunggu-tunggu," ujar Unifah melalui pesan teks kepada Republika.co.id, Kamis (8/2).
Dalam sambutannya kemarin, Jusuf Kalla mengatakan, guru honorer harus mendapatkan perhatian. Bukan tanpa sebab. Mereka telah berjuang untuk memajukan pendidikan. Oleh karena itu pula, para guru honorer itu tidak selayaknya mendapatkan gaji yang rendah.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur sepakat untuk melakukan pembahasan revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa aturan yang harus jadi pertimbangan dalam revisi UU ASN adalah UU Tenaga Guru dan Dosen, UU Tenaga Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen PNS.
Dalam UU Tenaga Guru dan Dosen, terang Asman, syarat menjadi guru harus minimal S1. Sedangkan dosen minimal S2. Syarat pendidikan juga diatur dalam UU Tenaga Kesehatan, di mana untuk tenaga kesehatan minimal Diploma 3, kecuali tenaga medis.