REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut, banyaknya sekolah yang tidak berpartisipasi dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2018, karena tiadanya kepercayaan siswa dan sekolah bisa lolos ke PTN favorit.
Biro Organisasi dan Keanggotaan FSGI Mansyur Siphanate yang juga guru di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat mengaku, di sekolahnya hampir setiap tahun tidak ada siswa yang lolos ke PTN favorit di pulau Jawa. Padahal secara administrasi, nilai, akreditasi telah memenuhi standar yang ditentukan.
"Kenyataan ini yang menjadikan kami (siswa dan guru) tidak begitu percaya dengan jalur tersebut. Padahal hampir semua siswa yang daftar itu menaruh pilihannya di UGM, ITB, UI, begitu," kata Mansyur kepada Republika.co.id, Selasa (13/2).
Menurut dia, hal tersebut secara tidak langsung menimbulkan asumsi bahwa siswa yang bersekolah di daerah tidak akan lulus di PTN top di Indonesia, dan hanya akan lulus di PTN di daerah asalnya. Adanya asumsi tersebut, lanjut dia, menjadikan siswa dan guru tidak lagi memperdulikan pengisian data ke dalam PDSS untuk seleksi jalur SNMPTN.
"Siswa itu akhirnya memilih jalur lain saja," kata Mansur.
Dia mengaku, tidak mengerti apa dan bagaimana proses seleksi yang dilakukan olah panitia SNMPTN atau panitia di PTN tersebut. Namun, dengan sistem yang ada saat ini siswa-siswa di daerah merasa didiskriminasi. Maksudnya, mereka seolah tidak memiliki kesempatan yang luas untuk bisa berkuliah di PTN favorit di Indonesia.