Kamis 22 Feb 2018 13:32 WIB

Revitalisasi SMK Dinilai Belum Optimal

Ketersediaan guru SMK yang berkompeten dinilai masih minim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Siswa jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Muhammadiyah 1 Imogiri menaiki mobil formula hybrid karya mereka yang dipamerkan pada Gelaran Unjuk Kerja Pendidikan dan Kebudayaan di Pusdiklat Kemendikbud, Bojong Sari, Depok, Jawa Barat, Rabu (7/2).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Siswa jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Muhammadiyah 1 Imogiri menaiki mobil formula hybrid karya mereka yang dipamerkan pada Gelaran Unjuk Kerja Pendidikan dan Kebudayaan di Pusdiklat Kemendikbud, Bojong Sari, Depok, Jawa Barat, Rabu (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ridhwan Hisjam mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam merevitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK). Sebab, meski sudah ada lnstruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK, namun hingga kini implementasi revitalisasi dinilai belum optimal.

Ridhwan mengatakan, penilaian tentang kurangnya implementasi revitalisasi SMK merujuk pada laporan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ketika berdialog dengan Komisi X DPR RI pada 4 September 2017 lalu. Salah satunya masalah yang mendasar, kata dia, yaitu minimnya ketersediaan guru SMK yang berkompeten.

 

Mendikbud Inginkan Ada SMK Garam di Madura

"Jumlah produktif hanya 22 persen dari jumlah guru yang dibutuhkan, ini masalah yang begitu mendasar," kata Hisjam dalam diskusi Pendidikan Vokasi Masih Cetak Pengangguran, Apa yang Salah? di Bakoel Cikini, Jakarta, Kamis (22/2).

Persoalan minimnya guru SMK tersebut, kata dia, sudah pasti berpengaruh pada kualitas mengajar yang rendah. Hal itu, tentunya akan berdampak pada kemampuan siswa SMK, yang pada praktiknya dituntut untuk bisa sejalan dengan kebutuhan industri.

"Sehingga beban yang dipikul lulusan SMK semakin berat. Guru banyak yang tidak kompeten, tapi siswa dituntut harus bisa menjawab kebutuhan industri," kata Hisjam.

Persoalan lainnya terkait SMK, menurut dia, muncul dari internal sekolah yang lamban melakukan inovasi. Misalnya di daerah, banyak kepala SMK yang minat kewirausahaannya rendah.

"Jangan diartikan bahwa kepala SMK harus punya bakat berwirausaha ya. Tapi ya bagaimana mereka bisa membuat kebijakan dan program di sekolahnya untuk meningkatkan jiwa usaha anak," kata dia.

Berikutnya, dia juga menyampaikan, banyak SMK yang belum melakukan mitra dengan industri. Padahal jika didukung bermitra dengan industri, maka siswa SMK dapat menerima manfaat seperti kemudahan praktek dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement